Minggu, 22 Februari 2015

Ngejot, Sebuah Tradisi Berbagi Kebahagiaan



Ngejot adalah sebuah tradisi unik turun temurun dari masyarakat pulau dewata Bali. Ngejot berarti berbagi makanan atau jotan kepada para tetangga dan sanak keluarga. Ngejot dilakukan ketika sebuah keluarga melaksanakan sebuah perayaan atau upacara adat keagamaan. Jotan biasanya berupa makanan, nasi, lauk pauk, buah - buahan ataupun kue – kue tradisonal Bali.

Dalam tradisi ngejot, keluarga yang akan atau sedang melaksanakan sebuah perayaan atau hajatan akan berbagi makanan dengan mengantarkannya langsung ke masing – masing rumah para tetangga dan sanak keluraga yang lain. Ngejot umumnya dilakukan sehari menjelang hari H, pelaksanaan sebuah perayaan atau kegiatan upacara adat keagamaan serta sehari setelah hari H. Sehari menjelang hari H, jotan biasanya berupa nasi dan lauk pauk. Lauk pauknya berupa sayuran khas Bali yang disebut Lawar yang dilengkapi dengan beberapa tusuk sate. Ngejot yang dilakukan sehari menjelang hari H, juga bermakna sebuah penyampaian berita bahwa keluarga yang ngejot tersebut akan melaksanakan sebuah perayaan atau sebuah upacara adat keagamaan.  Disamping itu pula sebagai permohonan doa restu supaya segala kegiatan berjalan lancar dan berhasil. Sedangkan jotan yang diberikan atau dibagikan sehari setelah hari H atau ketika perayaan atau upacara adat keagamaan telah usai dilakukan biasanya berupa buah – buahan dan kue – kue tradisional Bali.  Jotan yang diberikan sehari menjelang hari H bersifat sukla atau masih baru dan bukan merupakan makanan sisa persembahan. Sedangkan jotan atau makanan dan buah yang dibagikan setelah hari H ada tiga jenis yaitu:
  1. Lungsuran, yaitu makanan yang telah dipersembahkan dalam perayaan hari besar agama atau upacara yang ditujukan kepada para dewa, seperti persembahan dalam hari raya Galungan, Kuningan ataupun upacara di Pura. Lungsuran bisa diberikan dan diterima oleh siapapun, semua keluarga, tetangga maupun orang lain.
  2. Surudan, yaitu sisa makanan atau buah persembahan dalam perayaan atau ritual upacara keagamaan yang ditujukan kepada sesama, seperti upacara pernikahan, upacara tiga bulanan anak atau upacara potong gigi. Surudan hanya bisa diberikan kepada mereka yang mau, karena dalam tradisi Bali, tidak semua orang mau makan surudan orang lain. Surudan biasanya hanya akan dibagikan kepada saudara terdekat saja.
  3. Paridan, yaitu makanan yang telah dipersembahkan kepada mereka yang telah meninggal yang belum dikremasi atau ngaben, serta makanan yang telah dipersembahkan untuk para Bhuta Kala. Paridan sangat jarang dinikmati atau dimakan setelah dipersembahkan, apalagi dibagikan kepada orang lain. Namun bagi mereka yang mau, maka mereka dipersilahkan untuk menikmatinya.
Karena dalam tradisi masyarakat Bali, masih kental dengan sistem klan atau wangsa serta kasta, maka dalam kegiatan ngejot ini juga harus memperhatikan hal – hal tersebut diatas. Makanan sukla bisa diberikan kepada siapapun, namun lungsuran, surudan dan paridan harus disesuaikan dengan aturan, adat, kebiasaan yang berlaku di masyarakat. Bentuk dan jenis jotan juga harus disesuaikan apabila diberikan kepada tetangga atau keluarga yang memiliki keyakinan berbeda, seperti muslim ataupun umat lainnya.

Namun terlepas dari semua aturan adat diatas, tradisi ngejot adalah sebuah tradisi yang bernilai luhur. Sebuah tradisi untuk berbagi kebahagiaan bersama orang lain, meskipun dalam bentuk yang sangat sederhana. Tradisi ini juga merupakan sebuah sarana perekat hubungan kekeluargaan di dalam masyarakat. Bagi masyarakat Bali, dalam sebuah perayaan ataupun sebuah pelaksanaan upacara adat keagamaan semua orang, keluarga dan tetangga harus bersama – sama menikmati kebahagiaan.Budaya dan tradisi seperti inilah yang semestinya terus dipertahankan dan dilestarikan. Ini adalah sebuah budaya dan tradisi yang memperkokoh persatuan, kerukunan, gotong royong serta toleransi di dalam masyarakat. 

Namun dewasa ini dimana masyarakat utamanya di perkotaan, disibukan dengan berbagai kegiatan dalam upayanya meningkatkan harkat martabat hidup dan perekonomiannya, tradisi ini sedikit demi sedikit memudar. Dalam sebuah perayaan ataupun sebuah pelaksanaan upacara adat keagamaan, masyarakat di perkotaan, mungkin sudah sangat jarang melaksanakan tradisi ngejot. Namun yang umum dilakukan sekarang adalah acara resepsi, mengadopsi kebiasaan dalam era modern sekarang ini. 

Ngejot dan acara resepsi bisa saja memiliki makna yang sama, yaitu berbagi kebahagian bersama orang lain. Namun ngejot adalah sebuah tradisi yang memiliki makna yang lebih dalam. Ngejot adalah juga sebuah bentuk penghormatan kepada orang lain, karena dalam ngejot, makanan diantarkan langsung ke masing - masing rumah. Ngejot adalah bentuk ungkapan rasa kekeluargaan, persahabatan dan keinginan untuk senantiasa mempertahankan hubungan tersebut. Sedangkan dalam resepsi, hanya mereka yang diundang secara khusus datang, bukan sebagai sebuah bentuk ungkapan sebagai sebuah ikatan dalam keluarga besar, namun hanya sebagai seorang yang diundang untuk datang.

Dasar dan nafas dari tradisi yang tumbuh dan berkembang di Bali adalah sastra – sastra suci Hindu, termasuk juga tradisi ngejot ini. Namun bagi masyarakat awam hal ini mungkin tidak disadari, karena menganggap tradisi ini hanya sekadar tradisi untuk menjaga hubungan kekeluargaan. Ngejot sejatinya adalah sebuah kegiatan yang wajib dilaksanakan bagi mereka yang akan atau sedang melaksanakan sebuah perayaan atau upacara adat keagamaan. Hal ini tercantum jelas dalam sebuah sloka di dalam Bhagawad Gita 17.13.

Viddhi hinam asrsstannam mantra hinam adaksinam
Sradda virahitam yajnam tamasam paricaksate

Yadnya suci apapun yang dilakukan tanpa berdasarkan petunjuk kitab suci, tanpa membagikan makanan, tanpa mengucapkan mantra suci weda, tanpa memberi sumbangan kepada para pendeta serta tanpa kepercayaan dianggap yadnya suci dalam sifat kebodohan.

Dari kutipan sloka diatas dapat diketahui betapa pentingnya pembagian makanan kepada orang lain saat sebuah keluarga melaksanakan sebuah perayaan ataupun upacara adat keagamaan. Karena pembagian makanan ini sejatinya adalah sesuatu yang wajib dilakukan sebagai penyempurna pelaksanaan sebuah ritual upacara keagamaan Hindu. Kebahagiaan haruslah dibagi kepada sesama dan hal inilah yang tercermin dalam tradisi ngejot ini. Sebuah perayaan dan sebuah upacara adat keagamaan atau yadnya haruslah mampu memberikan kebahagiaan bagi banyak orang. Sebuah perayaan dan yandya tak akan diberkati apabila dalam pelaksanaannya masih banyak orang disekitar lingkungan pelaksanaannya kelaparan dan dalam kemiskinan. Tradisi ngejot, meskipun sederhana, meskipun sekadar makanan namun memiliki makna yang besar. Sebuah tradisi berbagi kebahagiaan dan sebuah tradisi penyempurna pelaksanaan yadnya dan perayaan adat dan agama lainnya di dalam ajaran Hindu. Oleh sebab itulah adalah kewajiban semua orang terutama masyarakat Hindu Bali, untuk melestarikan dan mempertahankan tradisi yang adi luhung ini. Semoga kebahagiaan datang dari segala penjuru, Om Shantih.
...............................................

(Ganapatyananda)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar