Usaha
untuk menjaga dan menyucikan diri sendiri atau diri pribadi disebut juga dengan Asuci Laksana, yaitu
usaha untuk melakukan perbuatan - perbuatan suci. Perbuatan suci ini akan dapat
diwujudkan apabila badan dan pikiran kita bersih, jernih dan murni.
Manawadharmasastra menyatakan :
Adbhirgatrani suddhyanti
Manah satyena suddhyanti
Widya tapobhyam bhutatma
Buddhir jnanena suddhyati
Mdhs.V.109
Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran disucikan dengan
kebenaran, jiwa manusia dengan pengetahuan suci, tapa brata, kecerdasan dengan
pengetahuan yang benar.
Dididalam
Slokantara dinyatakan sebagai berikut :
Suddha ngaranya enjing – enjing
madyus asudha sarira
ma-Surya sevana, amuja, majapa, mahoma
Slk. 41
Suci namanya setiap hari membersihkan diri, sembahyang
kehadapan Surya, melakukan pemujaan, melakukan Japa atau pengulangan nama suci
Tuhan, dan melaksanakan Homa atau Agni Hotra.
Jadi
untuk menjaga kesucian badan dan pikiran, semua orang wajib melaksanakan apa
yang disebutkan didalam sloka - sloka diatas. Membersihkan badan dengan mandi,
membersihkan pikiran dengan kebenaran dan membersihkan rohani dengan
mendekatkan diri dengan Tuhan, baik dengan sembahyang, berjapa, puja dan agni
hotra. Hal ini tidak terbatas hanya pada golongan "brahmana" atau
pendeta, tapi wajib diketahui dan dijalankan oleh semua umat Hindu tanpa
memandang kasta, dan golongan.
Jadi
marilah kita sebagai umat Hindu, menjalankan ajaran agama kita tanpa merasa
takut, tanpa merasa terbebani. Laksanakan persembahyangan, lakukan pemujaan
kepada Istha Dewata yang kita pilih, sesuai dengan kemampuan kita masing – masing.
Karena Tuhan adalah Maha penyayang dan Maha pengasih, semua sama dihadapan Beliau,
yang membedakan hanya perilaku dan perbuatan manusianya saja. Di hadapan Tuhan yang berbeda hanya karma baik dan buruk masing –
masing.
Tidak
ada siapapun, tidak ada upacara apapun, tidak ada benda apapun, tidak ada golongan,
kasta atau soroh apapun yang akan menemani, mengiringi dan membantu kita menuju
Beliau, yang setia dan akan selalu menemani hanya karma – karma kita sendiri.
Pujalah Tuhan atau manifestasinya sebagai Istha Dewata yang kita pilih, dengan
kemampuan dan sesuai masing –
masing. Jangan berlebihan, sebab upacara
yang megah dan besar belum tentu menyenangkan dan diterima oleh Tuhan Yang Maha
Esa. Sri Krishna dalam wejangan Beliau di dalam Bhagawan Gita menyatakan :
Patram puspam phalam toyam yo me bhaktya prayacchati
Tad aham bhakty-upahrtam asnami prayatatmanah
Kalau seseorang mempersembahkan daun, bunga, buah atau air
dengan cinta bhakti, Aku akan menerimanya.
BG. 9.26
Dalam
tradisi masyarakat Hindu di Bali, kita seringkali mendengar istilah – istilah
yang berkaitan dengan tingkatan sebuah upacara yadnya. Dari yang paling
sederhana dengan biaya dan sarana yang
sedikit, yang disebut dengan tingkat Nista. Kemudian tingkatan yang menengah,
yang disebut tingkat madya, dan yang terakhir atau yang tertinggi adalah
tingkatan Utama. Tingkatan utama ini biasanya mempergunkan berbagai jenis
persembahan dari yang berasal dari tumbuhan sampai pengorbanan dengan beberapa
jenis hewan. Semakin tinggi tingkatan sebuah yadnya maka semakin besar pula
biaya yang diperlukan. Seringkali biaya yang diperlukan tak tanggung – tanggung
mencapai milyaran rupiah. Namun apakah itu benar menurut Weda dan sastra suci
lainnya, ataukah hanya benar menurut lontar – lontar kuno dan berbagai mitos
yang ada di Bali, yang seringkali tidak jelas dasar sastra sucinya.
Dalam sastra suci,
yang dikenal hanyalah sifat dari yajna, yang dipengaruhi oleh ketiga jenis
sifat alam atau Tri Guna, yaitu Satwam, Rajas dan Tamas, atau sifat kebaikan,
nafsu dan kebodohan. Dalam Bhagawad Gita ketiga jenis sifat yajna ini
dijelaskan sebagai berikut :
Aphalākānksibhir yajno
vidhi-disto ya ijyate
Yastavyam eveti manah samādhaya
sa sāttvikah
BG.17.11
Diantara korban – korban suci
atau yajna, korban suci yang dilakukan menurut Kitab Suci Weda, karena
kewajiban, oleh orang yang tidak mengharapkan pamrih, adalah korban suci yang
bersifat Sattvika atau kebaikan
Abhisandhāya
tu phalam dambhārtham api caiva yat
Ijyate
bharata-srestha tam yajnam viddhi rājasam
BG.17.12
Tetapi
hendaknya engkau mengetahui bahwa yajna atau korban suci yang dilakukan demi
suatu keuntungan material, atau demi rasa bangga adalah korban suci yang
bersifat nafsu, wahai yang paling utama di antara Bharata.
Viddhi hinam asrstannam mantra hinam adaksinam
Sraddha virahitam yajnam tamasam paricaksate
BG.17,13
Korban suci apapun yang dilakukan tanpa memperdulikan
petunjuk kitab suci, tanpa membagikan prasadam, tanpa mengucapkan mantra –
mantra Weda, tanpa memberi sumbangan kepada para pendeta dan tanpa kepercayaan
dianggap korban suci dalam sifat kebodohan.
Jika
kita perhatikan makna yang terkandung dalam sloka – sloka dari Bhagawad Gita
diatas, maka apa yang dapat kita dapat simpulkan bahwa tinggi rendahnya nilai
dan tingkatan sebuah upacara yadnya tidak ditentukan oleh jumlah, jenis, harga
atau nilai, kemegahan dan kemewahannya. Tapi yang paling menentukan adalah
bakti dan ketulusan kita dalam melaksanakan dan mempersembahkannya kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Semua ini adalah milik Tuhan, tumbuhan, hewan, dan segala isi
alam semesta adalah milik-Nya. Jadi jika kita menganggap bahwa kita telah
mempersembahkan sesuatu, baik berupa barang atau hal lainya yang mungkin bagi
kita sangat mahal, dan berharga, kemudian kita beranggapan Tuhan akan senang,
berarti kita keliru. Mahal dan berharga bagi kita belum tentu sama dihadapan
Tuhan. Semua ini adalah milik-Nya apa yang kita dapat persembahkan, kalau semua
ini adalah milik-Nya. Apakah kita mempersembahkan sebuah apel yang kita petik
dari pohonya kemudian kita persembahkan kembali pada pohon apel . Tuhan
sebenarnya tidak menginginkan dan membutuhkan segala persembahan itu. Namun
jika semua persembahan dipersembahkan dengan penuh bakti dan ketulusan maka itu
akan memiliki makna lain dihadapan Tuhan. Ketulusan, bakti cinta kasih, serta
keyakinan adalah persembahan yang utama bagi Tuhan.Nilai sebuah yajna dipengaruhi
oleh tingkat ketulusan dan tujuan dari pelaksanaanya. Yajna yang besar, megah
dengan berbagai kelengkapanya bukanlah sebuah jaminan atas keberhasilan atau
diterimanya sebuah persembahan yadnya oleh Tuhan.
Pujalah Tuhan dengan kesucian dan laksanakan sesuai dengan kemampuan masing - masing. Jangan sampai pelaksanaan ritual, upakara dan upacara agama menjadi beban dalam kehidupan. Pemujaan, persembahyangan dan berbagai ritual upacara dan upakara seharusnyalah dilakukan dengan suka cita, tulus ikhlas dan rasa bakti. Sebuah nilai dari pelaksanaan keyakinan atau agama, tidak dinilai oleh penilaian manusia atau orang lain, niali dari sebuah pelaksanaan keyakinan terhadap Tuhan, hanya akan deberikan oleh Beliau sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar