Senin, 09 Februari 2015

Kesucian Diri Dan Yadnya


Usaha untuk menjaga dan menyucikan diri sendiri atau diri pribadi  disebut juga dengan Asuci Laksana, yaitu usaha untuk melakukan perbuatan - perbuatan suci. Perbuatan suci ini akan dapat diwujudkan apabila badan dan pikiran kita bersih, jernih dan murni. Manawadharmasastra menyatakan :

Adbhirgatrani suddhyanti
Manah satyena suddhyanti
Widya tapobhyam bhutatma
Buddhir jnanena suddhyati
Mdhs.V.109

Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran disucikan dengan kebenaran, jiwa manusia dengan pengetahuan suci, tapa brata, kecerdasan dengan pengetahuan yang benar.

Dididalam Slokantara dinyatakan sebagai berikut :

Suddha ngaranya enjing – enjing
madyus asudha sarira
ma-Surya sevana, amuja, majapa, mahoma
Slk. 41

Suci namanya setiap hari membersihkan diri, sembahyang kehadapan Surya, melakukan pemujaan, melakukan Japa atau pengulangan nama suci Tuhan, dan melaksanakan Homa atau Agni Hotra.

Jadi untuk menjaga kesucian badan dan pikiran, semua orang wajib melaksanakan apa yang disebutkan didalam sloka - sloka diatas. Membersihkan badan dengan mandi, membersihkan pikiran dengan kebenaran dan membersihkan rohani dengan mendekatkan diri dengan Tuhan, baik dengan sembahyang, berjapa, puja dan agni hotra. Hal ini tidak terbatas hanya pada golongan "brahmana" atau pendeta, tapi wajib diketahui dan dijalankan oleh semua umat Hindu tanpa memandang kasta, dan golongan.

Jadi marilah kita sebagai umat Hindu, menjalankan ajaran agama kita tanpa merasa takut, tanpa merasa terbebani. Laksanakan persembahyangan, lakukan pemujaan kepada Istha Dewata yang kita pilih, sesuai dengan kemampuan kita masing – masing. Karena Tuhan adalah Maha penyayang dan Maha pengasih, semua sama dihadapan Beliau, yang membedakan hanya perilaku dan perbuatan manusianya saja.  Di hadapan Tuhan yang  berbeda hanya karma baik dan buruk masing – masing.

Tidak ada siapapun, tidak ada upacara apapun, tidak ada benda apapun, tidak ada golongan, kasta atau soroh apapun yang akan menemani, mengiringi dan membantu kita menuju Beliau, yang setia dan akan selalu menemani hanya karma – karma kita sendiri. Pujalah Tuhan atau manifestasinya sebagai Istha Dewata yang kita pilih, dengan kemampuan dan sesuai  masing – masing.  Jangan berlebihan, sebab upacara yang megah dan besar belum tentu menyenangkan dan diterima oleh Tuhan Yang Maha Esa. Sri Krishna dalam wejangan Beliau di dalam Bhagawan Gita menyatakan :

Patram puspam phalam toyam yo me bhaktya prayacchati
Tad aham bhakty-upahrtam asnami prayatatmanah

Kalau seseorang mempersembahkan daun, bunga, buah atau air dengan cinta bhakti, Aku akan menerimanya.
BG. 9.26

Dalam tradisi masyarakat Hindu di Bali, kita seringkali mendengar istilah – istilah yang berkaitan dengan tingkatan sebuah upacara yadnya. Dari yang paling sederhana dengan biaya  dan sarana yang sedikit, yang disebut dengan tingkat Nista. Kemudian tingkatan yang menengah, yang disebut tingkat madya, dan yang terakhir atau yang tertinggi adalah tingkatan Utama. Tingkatan utama ini biasanya mempergunkan berbagai jenis persembahan dari yang berasal dari tumbuhan sampai pengorbanan dengan beberapa jenis hewan. Semakin tinggi tingkatan sebuah yadnya maka semakin besar pula biaya yang diperlukan. Seringkali biaya yang diperlukan tak tanggung – tanggung mencapai milyaran rupiah. Namun apakah itu benar menurut Weda dan sastra suci lainnya, ataukah hanya benar menurut lontar – lontar kuno dan berbagai mitos yang ada di Bali, yang seringkali tidak jelas dasar sastra sucinya.

Dalam sastra suci, yang dikenal hanyalah sifat dari yajna, yang dipengaruhi oleh ketiga jenis sifat alam atau Tri Guna, yaitu Satwam, Rajas dan Tamas, atau sifat kebaikan, nafsu dan kebodohan. Dalam Bhagawad Gita ketiga jenis sifat yajna ini dijelaskan sebagai berikut :

Aphalākānksibhir yajno vidhi-disto ya ijyate
Yastavyam eveti manah samādhaya sa sāttvikah
BG.17.11

Diantara korban – korban suci atau yajna, korban suci yang dilakukan menurut Kitab Suci Weda, karena kewajiban, oleh orang yang tidak mengharapkan pamrih, adalah korban suci yang bersifat Sattvika atau kebaikan


Abhisandhāya tu phalam dambhārtham api caiva yat
Ijyate bharata-srestha tam yajnam viddhi rājasam
BG.17.12

Tetapi hendaknya engkau mengetahui bahwa yajna atau korban suci yang dilakukan demi suatu keuntungan material, atau demi rasa bangga adalah korban suci yang bersifat nafsu, wahai yang paling utama di antara Bharata.

Viddhi hinam asrstannam mantra hinam adaksinam
Sraddha virahitam yajnam tamasam paricaksate
BG.17,13
Korban suci apapun yang dilakukan tanpa memperdulikan petunjuk kitab suci, tanpa membagikan prasadam, tanpa mengucapkan mantra – mantra Weda, tanpa memberi sumbangan kepada para pendeta dan tanpa kepercayaan dianggap korban suci dalam sifat kebodohan.

Jika kita perhatikan makna yang terkandung dalam sloka – sloka dari Bhagawad Gita diatas, maka apa yang dapat kita dapat simpulkan bahwa tinggi rendahnya nilai dan tingkatan sebuah upacara yadnya tidak ditentukan oleh jumlah, jenis, harga atau nilai, kemegahan dan kemewahannya. Tapi yang paling menentukan adalah bakti dan ketulusan kita dalam melaksanakan dan mempersembahkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Semua ini adalah milik Tuhan, tumbuhan, hewan, dan segala isi alam semesta adalah milik-Nya. Jadi jika kita menganggap bahwa kita telah mempersembahkan sesuatu, baik berupa barang atau hal lainya yang mungkin bagi kita sangat mahal, dan berharga, kemudian kita beranggapan Tuhan akan senang, berarti kita keliru. Mahal dan berharga bagi kita belum tentu sama dihadapan Tuhan. Semua ini adalah milik-Nya apa yang kita dapat persembahkan, kalau semua ini adalah milik-Nya. Apakah kita mempersembahkan sebuah apel yang kita petik dari pohonya kemudian kita persembahkan kembali pada pohon apel . Tuhan sebenarnya tidak menginginkan dan membutuhkan segala persembahan itu. Namun jika semua persembahan dipersembahkan dengan penuh bakti dan ketulusan maka itu akan memiliki makna lain dihadapan Tuhan. Ketulusan, bakti cinta kasih, serta keyakinan adalah persembahan yang utama bagi Tuhan.Nilai sebuah yajna dipengaruhi oleh tingkat ketulusan dan tujuan dari pelaksanaanya. Yajna yang besar, megah dengan berbagai kelengkapanya bukanlah sebuah jaminan atas keberhasilan atau diterimanya sebuah persembahan yadnya oleh Tuhan.
Pujalah Tuhan dengan kesucian dan laksanakan sesuai dengan kemampuan masing - masing. Jangan sampai pelaksanaan ritual, upakara dan upacara agama menjadi beban dalam kehidupan. Pemujaan, persembahyangan dan berbagai ritual upacara dan upakara seharusnyalah dilakukan dengan suka cita, tulus ikhlas dan rasa bakti. Sebuah nilai dari pelaksanaan keyakinan atau agama, tidak dinilai oleh penilaian manusia atau orang lain, niali dari sebuah pelaksanaan keyakinan terhadap Tuhan, hanya akan deberikan oleh Beliau sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar