Senin, 23 Februari 2015

Buanglah Sampah Pada Tempatnya




Samudra Wasane dewi
Parwata Stana Mandite
Wisnu Patni Namostubyam
Pada Sparsam Ksama Swame

Oh Ibu Dewi, lautan adalah busana-Mu
Pegunungan adalah dada-Mu
Hormat kami kepada Permaisuri dari Dewa Wisnu
Maafkan kami yang menginjak-Mu

                Mantra ini adalah mantra yang ditujukan kepada Ibu Bumi saat seseorang bangun pagi sebelum  turun dari pembaringan dan menginjakan kakinya di lantai. Mantra ini menunjukan betapa pentingnya peranan Bumi bagi kehidupan semua mahkluk, hingga mantra ini merupakan salah satu mantra yang paling penting diucapkan saat awal seseorang bangun dari tidurnya.

Bumi adalah tempat dimana kita dan berbagai mahkluk hidup lainnya hidup. Bumi adalah penopang, sandaran, dan yang memelihara semua mahkluk hidup yang ada. Oleh sebab itulah Bumi disebut juga Ibu dalam sastra suci Weda. Bumi dalam sastra suci Weda disebut sebagai Pertiwi Mata atau Ibu Pertiwi. Karena memang Bumi memiliki peranan yang sama bagaikan seorang Ibu yang melahirkan, memelihara, menjaga dan mencukupi semua kebutuhan anak – anaknya. Bumi menyediakan semua hal yang manusia butuhkan untuk kelangsungan hidupnya. Pangan, papan dan sandang, semua itu didapat dari hasil Bumi, manusia hanya mampu mengolah dan menjadikannya seperti apa yang diinginkan. Demikian pentingnya arti Bumi ini bagi semua mahkluk, sehingga sudah sewajarnyalah juga manusia menghormati, menjaga dan memelihara Bumi ini. Adalah kewajiban bagi manusia untuk mencintai Bumi ini, sebagaimana ia mencintai ibunya. 

Bumi menyediakan apa yang manusia butuhkan, namun manusia senantiasa ingin mendapatkan dan memenuhi segala keinginannya. Manusia tidak dapat membedakan mana kebutuhkan dengan mana yang hanya sekadar keinginan – keinginan untuk memenuhi berbagai nafsu dan ego. Bumi ini sangat murah hati, jika sekadar untuk mencukupi berbagai kebutuhan manusia, manusia tidak perlu untuk sampai membanting tulang. Hanya dengan sedikit usaha, segala kebututuhan hidup pasti tercukupi dari hasil Bumi ini. Namun demi berbagai keinginan – keinginan dan gaya hidup, terlebih dalam era modernisasi ini, manusia telah mengeksploitasi Bumi demi mendapatkan berbagai bahan tambang, mineral dan minyak. Dan segala ekploitasi Bumi ini sama sekali tidak dibarengi dengan usaha untuk melestarikan alam dan mengembalikan kembali apa yang telah mereka rusak. Peningkatan perekonomian masyarakat berbanding terbalik dengan tingkat kelestarian alam Bumi ini. Pembangunan yang tidak memperhatikan tata ruang dan jalur hijau serta alih fungsi lahan tanpa pernah ada upaya pelestarian dan penanaman kembali serta tanpa memperhitungkan kemampuan alam dalam menjaga tingkat pencemaran udara telah berdampak buruk bagi kesehatan manusia sendiri. 

Akhir – akhir ini musibah dan bencana alam, terutama tanah longsor dan banjir menjadi berita yang hampir setiap hari ada di TV. Bahkan di tempat – tempat yang dulunya, mungkin tak pernah megalami banjir, sekarang malah kebanjiran. Penyebanya tentu adalah pesatnya pembangunan perumahan dan laih fungsi lahan tanpa memperhatikan saluran – saluran atau tanpa pembuatan selokan – selokan air yang berfungsi mengalirkan air. Para pengembang lahan hanya mempersiapkan jalan tanpa mempersiapkan  saluran atau selokan air yang memadai. Demikian juga tingkat kesadaran masyarakat yang rendah dalam menjaga kebersihan lingkungan.  Kebiasaan buang sampah sembarangan terlebih di selokan dan sungai memperparah penyebab terjadinya banjir. Penebangan hutan tanpa usaha reboisasi adalah penyebab utama tanah longsor. Berbagi musiba dan bencana yang terjadi akhir – akhir ini semestinya menjadi bahan introspeksi diri bagi banyak orang dan masyarakat untuk bisa lebih menghormati Bumi ini.

Dalam sastra suci Hindu dikenal dengan falsafah hidup Tri Hita Karana berasal dari kata “Tri” yang berarti tiga, “Hita” yang berarti kebahagiaan dan “Karana” yang berarti penyebab. Dengan demikian Tri Hita Karana berarti “Tiga penyebab terciptanya kebahagiaan”. Tri Hita Karana ini terdiri dari:

1.      Parahyangan, yaitu hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan. Dalam hal ini berkaitan dengan agama, kepercayaan dan keyakinan manusia dengan Tuhannya.

2.      Pawongan, yaitu hubungan yang harmonis antar sesama mahkluk hidup. Dalam hal ini berkaitan dengan bagaimana seharusnya manusia hidup bermasyarakat. Karena manusia sebagai mahkluk individu, manusia juga adalah mahkluk sosial. Manuisa tidak dapat hidup sendiri, mereka pasti akan membutuhkan manusia lainnya untuk hidup.

3.      Palemahan, yaitu hubungan yang harmonis antara manusia dan alam lingkungannya. Palemahan inilah yang berkaitan dengan topik diatas. Bagaimana manusia yang sangat tergantung dengan alam ini mempergunakan berbagai sumber alam tanpa merusak dan menyakiti alam.


Kehidupan beragama begitu semarak, pun demikian dengan kehidupan ekonomi dan soaial masyarakat. Tingkat perekonomian yang semakin maju yang dibarengi dengan tinginya tingkat pembangunan perumahan dan infrastruktur ternyata makin membuat kerusakan alam Bumi semakin menjadi – jadi. Namun tampaknya usaha untuk menjaga , memelihara dan melestarikan alam cenderung seperti terlupakan. Palemahan dalam Tri Hita Karana terkesan sebatas ucapan manis di mulut tanpa aplikasi nyata dalam kehidupan. Maka mungkin wajarlah apabila timbul begitu banyak musibah longsor dan banjir akhir – akhir ini. Karena semua kejadian tersebut adalah akibat dari akumulasi ketidakpedulian kita terhadap alam dan lingkungan.


Namun jangan berpikir bahwa untuk dapat ikut berpartisipasi dalam menjaga dan melestarikan bumi adalah hal yang sulit. Sesuatu yang besar yang harus dilakukan dalam upaya menjaga dan melesatarikan alam atau Bumi ini. Namun sesuatu yang besar diawali oleh sesuatu yang kecil. Tidak usah yang terlalu muluk – muluk, berpikir untuk mampu menghentikan pembangunan, pertambangan ataupun penebangan hutan. Karena mungkin untuk hal itu tidak semua orang mampu melakukannya. Karena untuk hal tersebut mungkin harus ada sinergi dan ketegasan dari para pihak yang terkait dengan hal tersebut.


Tapi semua orang dapat memulainya dari pribadi atau diri sendiri. Dari hal – hal yang terkecil dan sederhana, dari kamar, rumah, lingkungan tempat tinggal, lingkungan kerja dan daerah asal. Awali dengan usaha untuk senantiasa berusaha menjaga kebersihan dengan membuang sampah pada tempatnya. Memilah sampah sesuai jenisnya, organik, non organik atau recycle. Hal tersebut adalah hal paling sederhana dan mudah untuk dilakukan oleh semua orang. Menjaga selokan dan saluran air atau drainase agar senantiasa bersih, bebas dari sampah, akan mengurangi resiko banjir. Hal inilah yang merupakan wujud nyata dari pelaksanaan Bumi Puja, pemujaan dan penghormatan kepada Bumi.


Kesadaran akan betapa pentingnya pengelolaan sampah harus ditanamkan dari sejak dini kepada anak – anak. Kesadaran bahwa setiap sampah yang dibuang sembarangan akan membawa akibat yang buruk bagi alam atau Bumi di masa – masa yang akan datang. Setiap anak harus diajarkan kesadaran membuang sampah pada tempatnya. Jika semua ini dimulai sejak dini, pastilah nanti akan menjadi suatu kebiasaan yang baik. Semua orang wajib menjaga kebersihan sungai – sungai, saluran air, selokan maupun gorong – gorong. Menghormati dan menyayangi Bumi, sama nilainya dengan menghormati dan menyayangi Ibu kandung sendiri. Karena Bumi adalah Ibu, Ibu yang memelihara dan menopang semua mahkluk hidup. Dan ketika nafas sudah tidak ada lagi, tubuh inipun akan kembali ke pangkuan-Nya, pangkuan Ibu Pertiwi.


Om pertiwi sariram dewi

Catur dewi mahadewi

Catur asrame bathari

Siwa bumi mahadewi.



Ya Tuhan, dalam manifestasi-Mu sebagai Dewi Pertiwi

Dewi utama dari empat dewi

Yang dipuja dalam keempat tahapan kehidupan

Engkau adalah  Siwa Bumi Mahadewi.


Om Shantih Shantih Shantih Om




Tidak ada komentar:

Posting Komentar