"B
- U → Bu, D - I → Di, dibaca Budi", suara istriku yang sedang mengajari
putri kedua kami membaca.
"Sekarang
coba Putri yang baca, B - U → bu, K - U → Ku, bu dan ku dibaca apa?",
tanya istriku pada Putri.
"Bubu"
jawab si Putri.
"Aduh
kok bubu sih, salah dong, yang bener bu dan ku dibaca buku", istriku
menjelaskan dengan suara agak gemes sama si Putri. Karena bukan sekali dua kali
hal yang sama diulang tapi tetap juga salah.
Saat itu
putri kami yang kedua mulai masuk Sekolah Dasar, setelah setahun di Taman Kanak
- Kanak. Kami berupaya mengajarinya membaca karena selesai dari Taman Kanak -
Kanak ia memang belum bisa membaca. Karena
kami juga berpikir bahwa TK bukanlah tempat ia untuk belajar baca - tulis. Walaupun
banyak dari teman seumurannya sudah mulai belajar dan mulai bisa membaca saat
masih TK. Sedangkan putri kami,
jangankan membaca, huruf aja ia belum hafal. Jadi ada sedikit kekhawatiran,
terutama dari istriku tentang kemampuan otak dan daya tangkap putri kami
terhadap pelajaran nanti.
Sehingga
pada bulan - bulan awal putri kami masuk SD, kami berusaha keras untuk
mengajarinya mengenal huruf dan membaca.
Tapi seminggu, dua minggu, sebulan kayaknya belum ada perubahan atau kemajuan
yang signifikan dari kemampuan membaca putri kami. Istriku kayaknya menjadi
semakin cemas dan khawatir. Jadi ia mengajaku untuk mencari tempat bimbingan belajar
membaca buat anak - anak. Akupun menurutinya agar ia tidak kecewa dan tambah
khawatir. Namun berhubung biaya yang harus dikeluarkan lumayan besar, pada
akhirnya istriku mengurungkan niatnya untuk mengikutsertakan si Putri dalam
sebuah program Bimbel khusus membaca.
Bukan
hanya mengenai biaya yang lumayan besar, hanya sekadar untuk bisa membaca, tapi
juga sebenarnya aku sendiri yang kurang setuju dengan hal tersebut. Menurutku
untuk membantu Putri agar segera bisa membaca, cukup kami saja yang
mengajarinya. Disamping itu juga aku juga menilai bahwa daya tangkap dan
kemampuan si Putri sebenarnya sangat baik. Itu terlihat ketika ia sayik bermain
dengan Tabletnya. Ia tahu mana yang harus di klik dan fungsi dari alat itu.
Makanya aku katakan agar tenang saja, jika si Putri belum mampu membaca, jangan dipaksa, aku yakin nanti
Putri pasti bisa baca, jika Putri memang ingin untuk bisa baca. Mungkin saat
ini ia belum tertarik untuk belajar huruf dan belajar membaca.
Akhirnya
istriku menuruti saranku, ia tidak terlalu memaksa agar Putri bisa cepat untuk
mampu membaca. Kami hanya memintanya
mengahapal huruf atau sekadar kata - kata yang sangat mudah. Tapi yang
menggembirakan adalah Putri malah jadi aktif belajar baca sendiri. Sepertinya
ia nggak senang belajar baca kalau didikte atau mungkin ia melihat teman -
teman dikelasnya sudah mulai bisa membaca. Jadi ia bawa buku sendiri, coba baca
sendiri dan kamipun yang malah nggak begitu memperhatikan apa yang ia baca.
Apakah ia mampu untuk membaca buku yang ia bawa atau tidak, kami biarkan saja.
"Pak,
Gurunya Putri cerita, kalau tadi pagi ia ingin menangis melihat kemampuan baca
Putri" sebuah SMS dari istriku.
Aku
langsung berpikir yang nggak enak,"Putri pasti satunya - satunya anak yang
tidak bisa baca", pikirku.
Sedikit ada rasa khawatir aku balas SMS dari istriku "kenapa mah,
ada apa dengan Putri", tulisku.
Tiba -
tiba telephone ku berdering, ternyata dari istriku, "ya mah,
gimana?", tanyaku.
"Gini
Pak, tadi di sekolah, gurunya Putri cerita sama mama. Waktu jam pelajaran tadi,
ibu guru meminta anak - anak untuk maju kedepan membaca.tapi tak seorangpun
yang mau maju kedepan. Akhirnya si Putri yang tunjuk tangan, terus maju kedepan.
Ibu gurunya cuma diem, bengong, karena ia tahu kalau putri agak susah kalau
diajarin baca - tulis. Tapi karena sudah
maju kedepan, ibu gurupun mempersilahkan si Putri untuk membaca. Ehhhh....tahu
- tahunya, si Putri membaca dengan sangat lancar, lebih lancar dan lebih baik
dari teman - temannya yang lain. Ibu gurunya sampai nggak bisa ngomong apa,
terkejut, senang dan terharu jadi satu, karena tak menduga kemajuan yang sangat
pesat dari kemampuan membacanya. Padahal sebelumnya ia juga khawatir akan kemampuan
membaca si Putri. Sehingga ibu gurunya pun sampai ingin menangis dan
mengatakan kepada Putri bahwa nanti ia akan memberikan hadiah buat Putri karena
pintar sekali membaca. Kemudian ibu guru
meminta semua anak di kelas untuk tepuk tangan buat si Putri. Gitu ceritanya
Pak, jadi nanti Pak pulang kerja beliin juga hadiah buat Putri ya Pak",
cerita dan pinta istriku.
"Ya
mah, pasti Pak bawain hadiah buat Putri", jawabku senang.
Aku
senang sekali mendengar cerita istriku dan rasanya akau ingin cepat pulang dari tempat kerjaku. Aku ingin
ketemu dengan Putri ku yang sudah bikin kami bangga. Tapi aku juga masih
sedikit ragu, kok kayaknya minggu lalu masih susah sekali diajari, tapi kok
sekarang bisa lancar.
"Apa
ia memang baca atau sekadar menghafal, nanti aku akan test lagi" pikirku
dalam hati.
Karena
aku tahu bahwa daya hafal si Putri lumayan bagus. Jadi aku takut ia sekadar
menghafal tapi sebenarnya nggak tahu huruf. Jadi pulang kerja aku singgah di
sebuah minimarket untuk membeli oleh - oleh buat si Putri sebagai hadiah. Aku beli
beberapa buku tulis baru dan pensil serta beberapa makanan kecil dan ice cream
buatnya.
Sampai
dirumah Putri sudah menungguku di depan pintu rumah. Dia tampak senang melihat
aku membawakannya oleh - oleh dan hadiah. "Ini buat anak bapak yang sudah
pintar membaca", kataku sambil menyodorkan belanjaan yang tadi aku beli.
"Asyik,
makasi Pak", jawabnya senang sambil mencium pipiku dan kemudian berlari
masuk rumah.
"Buku
mana tadi yang disuruh baca sama bu guru?", tanyaku pada si Putri.
"Yang
ini Pak, judulnya Pelangi", jawab si Putri.
"O
yang ini, pintar ya, tapi sekarang sama Bapak coba Putri baca yang lain, nah
yang ini", aku memintanya membaca bacaan di halaman buku yang lain.
"Yang
ini Pak, wiihhh...ini gampang", jawab Putri, kemudian mulai membaca.
Dan
memang benar ia sudah mulai lancar dalam membaca. Aku jadi makin senang dan
semua kekhawatiran dan kecemasan dulu akan kemampuan membaca putri kamipun
sirna. Aku dan istriku hanya tersenyum sambil terus mendengarkan si Putri
membaca.
Aku jadi
ingat kembali bagaimana dulu kecemasan dan kekhawatiran istriku akan kemampuan
membaca dan menulis dari putri kami. Hingga terkadang kami sedikit agak keras
dan memaksa putri kami untuk belajar membaca dan menulis. Akhirnya kamipun menyerah
karena merasa tak ada kemajuan yang baik dalam usaha kami menagajarinya.
Tapi pada
akhirnya, kami memahami bahwa memang semua ada waktunya dan tidak bisa
dipaksakan. Saat si anak masih senang dan memilih untuk bermain, itu semua
adalah hal yang wajar. Tidak perlu kecemasan yang berlebihan apabila terkadang
pelajaran yang kita berikan sepertinya nggak mampu untuk diterima. Kecemasan yang
berlebihan ini dan keinginan orang tua, agar anak harus jadi yang nomor satu,
seringkali membuat si anak malah merasa beban dalam pembelajarannya.
Banyak
orang tua yang membebaninya anaknya dengan berbagai les dan bimbingan belajar
padahal anak tersebut masih duduk di sekolah dasar. Anak - anak menjadi tidak
punya waktu bermain, karena hanya berkutat dengan buku dan pelajaran. Masa kanak
- kanak adalah masa bermain, masa ceria dalam persahabatan dan masa mengenal
lingkungan. Pendidikan anak - anak semestinya lebih dititik beratkan kepada
pendidikan karakter dan nilai - nilai kemanusiaan. Dan nilai - nilai ini
sebenarnya akan lebih banyak didapat di rumah, dari orang tua dan lingkungan
daripada di sekolah dan di tempat les.
Namun bagaimana
jadinya ketika anak - anak yang masih di sekolah dasar ini tiap hari waktunya
hanya dihabiskan di sekolah dan di tempat les, berkutat dengan buku dan
pelajaran. Nilai pelajaran yang bagus, seperti matematika, IPA maupun bahasa
Inggris, memang membanggakan, namun tentu akan lebih membanggakan mempunyai
putra - putri yang memiliki karakter yang baik dan memahami nilai - nilai
kemanusiaan.
Anak mesti
tumbuh secara alami, penuh keceriaan dan tanpa dibebani dengan pelajaran -
pelajaran yang semestinya belum diperoleh dalam uisanya. Semua ada waktunya,
jangan cemas dan khawatir hanya karena anak tidak menjadi yang terbaik di
kelasnya. Perjalanan mereka masih sangat panjang dan semua bukan hanya sekadar
pelajaran dan nilai di sekolah.
....................................................................
(Ganapatyananda)
(Ganapatyananda)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar