Selasa, 03 Maret 2015

Semua Ada Waktunya



"B - U → Bu, D - I → Di, dibaca Budi", suara istriku yang sedang mengajari putri kedua kami membaca. 

"Sekarang coba Putri yang baca, B - U → bu, K - U → Ku, bu dan ku dibaca apa?", tanya istriku pada Putri.

"Bubu" jawab si Putri.

"Aduh kok bubu sih, salah dong, yang bener bu dan ku dibaca buku", istriku menjelaskan dengan suara agak gemes sama si Putri. Karena bukan sekali dua kali hal yang sama diulang tapi tetap juga salah.

Saat itu putri kami yang kedua mulai masuk Sekolah Dasar, setelah setahun di Taman Kanak - Kanak. Kami berupaya mengajarinya membaca karena selesai dari Taman Kanak - Kanak  ia memang belum bisa membaca. Karena kami juga berpikir bahwa TK bukanlah tempat ia untuk belajar baca - tulis. Walaupun banyak dari teman seumurannya sudah mulai belajar dan mulai bisa membaca saat masih TK. Sedangkan  putri kami, jangankan membaca, huruf aja ia belum hafal. Jadi ada sedikit kekhawatiran, terutama dari istriku tentang kemampuan otak dan daya tangkap putri kami terhadap pelajaran nanti.

Sehingga pada bulan - bulan awal putri kami masuk SD, kami berusaha keras untuk mengajarinya mengenal huruf dan  membaca. Tapi seminggu, dua minggu, sebulan kayaknya belum ada perubahan atau kemajuan yang signifikan dari kemampuan membaca putri kami. Istriku kayaknya menjadi semakin cemas dan khawatir. Jadi ia mengajaku untuk mencari tempat bimbingan belajar membaca buat anak - anak. Akupun menurutinya agar ia tidak kecewa dan tambah khawatir. Namun berhubung biaya yang harus dikeluarkan lumayan besar, pada akhirnya istriku mengurungkan niatnya untuk mengikutsertakan si Putri dalam sebuah program Bimbel khusus membaca.

Bukan hanya mengenai biaya yang lumayan besar, hanya sekadar untuk bisa membaca, tapi juga sebenarnya aku sendiri yang kurang setuju dengan hal tersebut. Menurutku untuk membantu Putri agar segera bisa membaca, cukup kami saja yang mengajarinya. Disamping itu juga aku juga menilai bahwa daya tangkap dan kemampuan si Putri sebenarnya sangat baik. Itu terlihat ketika ia sayik bermain dengan Tabletnya. Ia tahu mana yang harus di klik dan fungsi dari alat itu. Makanya aku katakan agar tenang saja, jika si Putri belum mampu  membaca, jangan dipaksa, aku yakin nanti Putri pasti bisa baca, jika Putri memang ingin untuk bisa baca. Mungkin saat ini ia belum tertarik untuk belajar huruf dan belajar membaca.

Akhirnya istriku menuruti saranku, ia tidak terlalu memaksa agar Putri bisa cepat untuk mampu membaca.  Kami hanya memintanya mengahapal huruf atau sekadar kata - kata yang sangat mudah. Tapi yang menggembirakan adalah Putri malah jadi aktif belajar baca sendiri. Sepertinya ia nggak senang belajar baca kalau didikte atau mungkin ia melihat teman - teman dikelasnya sudah mulai bisa membaca. Jadi ia bawa buku sendiri, coba baca sendiri dan kamipun yang malah nggak begitu memperhatikan apa yang ia baca. Apakah  ia mampu untuk membaca buku  yang ia bawa atau  tidak, kami biarkan saja.

"Pak, Gurunya Putri cerita, kalau tadi pagi ia ingin menangis melihat kemampuan baca Putri" sebuah SMS dari istriku. 

Aku langsung berpikir yang nggak enak,"Putri pasti satunya - satunya anak yang tidak bisa baca", pikirku.

Sedikit  ada rasa khawatir  aku balas SMS dari istriku "kenapa mah, ada apa dengan Putri", tulisku.

Tiba - tiba telephone ku berdering, ternyata dari istriku, "ya mah, gimana?", tanyaku.

"Gini Pak, tadi di sekolah, gurunya Putri cerita sama mama. Waktu jam pelajaran tadi, ibu guru meminta anak - anak untuk maju kedepan membaca.tapi tak seorangpun yang mau maju kedepan. Akhirnya si Putri yang tunjuk tangan, terus maju kedepan. Ibu gurunya cuma diem, bengong, karena ia tahu kalau putri agak susah kalau diajarin baca - tulis.  Tapi karena sudah maju kedepan, ibu gurupun mempersilahkan si Putri untuk membaca. Ehhhh....tahu - tahunya, si Putri membaca dengan sangat lancar, lebih lancar dan lebih baik dari teman - temannya yang lain. Ibu gurunya sampai nggak bisa ngomong apa, terkejut, senang dan terharu jadi satu, karena tak menduga kemajuan yang sangat pesat dari kemampuan membacanya. Padahal sebelumnya ia juga khawatir akan  kemampuan  membaca si Putri. Sehingga ibu gurunya pun sampai ingin menangis dan mengatakan kepada Putri bahwa nanti ia akan memberikan hadiah buat Putri karena pintar sekali membaca. Kemudian  ibu guru meminta semua anak di kelas untuk tepuk tangan buat si Putri. Gitu ceritanya Pak, jadi nanti Pak pulang kerja beliin juga hadiah buat Putri ya Pak", cerita dan pinta istriku.

"Ya mah, pasti Pak bawain hadiah buat Putri", jawabku senang.

Aku senang sekali mendengar cerita istriku dan rasanya akau ingin  cepat pulang dari tempat kerjaku. Aku ingin ketemu dengan Putri ku yang sudah bikin kami bangga. Tapi aku juga masih sedikit ragu, kok kayaknya minggu lalu masih susah sekali diajari, tapi kok sekarang bisa lancar. 

"Apa ia memang baca atau sekadar menghafal, nanti aku akan test lagi" pikirku dalam hati. 

Karena aku tahu bahwa daya hafal si Putri lumayan bagus. Jadi aku takut ia sekadar menghafal tapi sebenarnya nggak tahu huruf. Jadi pulang kerja aku singgah di sebuah minimarket untuk membeli oleh - oleh buat si Putri sebagai hadiah. Aku beli beberapa buku tulis baru dan pensil serta beberapa makanan kecil dan ice cream buatnya.

Sampai dirumah Putri sudah menungguku di depan pintu rumah. Dia tampak senang melihat aku membawakannya oleh - oleh dan hadiah. "Ini buat anak bapak yang sudah pintar membaca", kataku sambil menyodorkan belanjaan yang tadi aku beli.

"Asyik, makasi Pak", jawabnya senang sambil mencium pipiku dan kemudian berlari masuk rumah.

"Buku mana tadi yang disuruh baca sama bu guru?", tanyaku pada si Putri.

"Yang ini Pak, judulnya Pelangi", jawab si Putri.

"O yang ini, pintar ya, tapi sekarang sama Bapak coba Putri baca yang lain, nah yang ini", aku memintanya membaca bacaan di halaman buku yang lain.

"Yang ini Pak, wiihhh...ini gampang", jawab Putri, kemudian mulai membaca.

Dan memang benar ia sudah mulai lancar dalam membaca. Aku jadi makin senang dan semua kekhawatiran dan kecemasan dulu akan kemampuan membaca putri kamipun sirna. Aku dan istriku hanya tersenyum sambil terus mendengarkan si Putri membaca.

Aku jadi ingat kembali bagaimana dulu kecemasan dan kekhawatiran istriku akan kemampuan membaca dan menulis dari putri kami. Hingga terkadang kami sedikit agak keras dan memaksa putri kami untuk belajar membaca dan menulis. Akhirnya kamipun menyerah karena merasa tak ada kemajuan yang baik dalam usaha kami menagajarinya.

Tapi pada akhirnya, kami memahami bahwa memang semua ada waktunya dan tidak bisa dipaksakan. Saat si anak masih senang dan memilih untuk bermain, itu semua adalah hal yang wajar. Tidak perlu kecemasan yang berlebihan apabila terkadang pelajaran yang kita berikan sepertinya nggak mampu untuk diterima. Kecemasan yang berlebihan ini dan keinginan orang tua, agar anak harus jadi yang nomor satu, seringkali membuat si anak malah merasa beban dalam pembelajarannya. 

Banyak orang tua yang membebaninya anaknya dengan berbagai les dan bimbingan belajar padahal anak tersebut masih duduk di sekolah dasar. Anak - anak menjadi tidak punya waktu bermain, karena hanya berkutat dengan buku dan pelajaran. Masa kanak - kanak adalah masa bermain, masa ceria dalam persahabatan dan masa mengenal lingkungan. Pendidikan anak - anak semestinya lebih dititik beratkan kepada pendidikan karakter dan nilai - nilai kemanusiaan. Dan nilai - nilai ini sebenarnya akan lebih banyak didapat di rumah, dari orang tua dan lingkungan daripada di sekolah dan di tempat les.

Namun bagaimana jadinya ketika anak - anak yang masih di sekolah dasar ini tiap hari waktunya hanya dihabiskan di sekolah dan di tempat les, berkutat dengan buku dan pelajaran. Nilai pelajaran yang bagus, seperti matematika, IPA maupun bahasa Inggris, memang membanggakan, namun tentu akan lebih membanggakan mempunyai putra - putri yang memiliki karakter yang baik dan memahami nilai - nilai kemanusiaan.  

Anak mesti tumbuh secara alami, penuh keceriaan dan tanpa dibebani dengan pelajaran - pelajaran yang semestinya belum diperoleh dalam uisanya. Semua ada waktunya, jangan cemas dan khawatir hanya karena anak tidak menjadi yang terbaik di kelasnya. Perjalanan mereka masih sangat panjang dan semua bukan hanya sekadar pelajaran dan nilai di sekolah.
....................................................................

(Ganapatyananda)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar