Kamis, 26 Maret 2015

Budayakan Antre


Saya pergi ke sebuah minimarket di dekat rumah untuk membeli beras dan beberapa keperluan lainya. Di kasir tampak antrean agak panjang, maklum saja mini market yang tergolong agak besar dan ramai ini hanya menyediakan dua buah komputer di kasir pembayaran dan komputer itupun hanya dioperasikan satu saja oleh satu orang petugas saja.

Saya pun berdiri dalam antrean tepat dibelakang seorang ibu dan anaknya yang ternyata warga negara asing, Jepang. Dia sempat menoleh ke arah saya, mungkin ingin melihat seberapa panjangkah antrean dibelakangnya. Dia tersenyum ramah sambil memegang barang belanjaanya. 

Namun raut mukanya tiba - tiba berubah tatkala ada seorang remaja tanggung datang dan nyelonong masuk, langsung ke barisan depan antrean. Remaja tanggung itu mau membeli rokok, dan mungkin karena ia merasa ia tak akan menyita waktu banyak maka ia pun menyerobot antrean.

Rokok  satu mas!” pinta remaja tanggung tersebut kepada kasir.

Petugas kasir itupun mungkin berpikir bahwa hanya untuk sekadar melayani pembelian rokok, tidak akan menyita waktu banyak, maka ia pun membiarkan remaja tanggung tersebut menyerobot antrean. Ia pun mengambilkan rokok dan memberikannya kepada remaja tanggung tersebut. Setelah membayar pemuda itupun kemudian berlalu. Namun antrean masih cukup panjang dan pemuda tersebut sudah beruntung bisa mendahului yang antre lebih dulu. Namun saya dapat melihat rasa tidak senang dari  raut wajah ibu warga negara jepang ini. Karena saya tahu bahwa budaya dan kesadaran antre dari masyarakat jepang sangatlah tinggi. 

Ketika tiba  giliran si ibu warga negara Jepang ini untuk dilayani, lagi - lagi seorang bapak - bapak menyerobot mendahului untuk membeli rokok. 

“Mas minta rokok yang itu, sama koreknya”, kata si bapak itu sambil menunjuk rokok yang ia inginkan.

Dan mungkin masih dengan pemikiran yang sama, bahwa hal tersebut tidak akan menyita waktu banyak dan yang lain pasti memaklumi, maka petugas kasir itupun melayani si bapak - bapak tadi. Namun kali ini tampaknya si ibu warga negara jepang ini mulai kesal dan geleng - geleng kepala. Namun mungkin karena menyadari bahwa ini bukanlah negaranya maka si ibu itu diam saja.

“Kenapa lama sekali ibu”, tanya si anak kepada sang ibu, dengan nada yang mulai bosan.

“Semua orang harus antre nak, sabar ya, tidak boleh nakal”, jawab sang ibu dengan bahasa Indonesia yang ternyata fasih. 

Ternyata ibu dan si anak warga negara Jepang ini fasih berbahasa Indonesia. Ketika saya perhatikan  ternyata sang suami adalah orang Bali. Namun yang menjadi perhatian saya yang bukanlah kefasihan si ibu dan anak itu dalam berbahasa Indonesia, bukan pula ternyata bahwa suaminya warga Bali, namun tentang budaya dan kesadaran antre dari masyarakat kita. 

Saya yang berada di antrean tepat dibelakang mereka merasa tidak enak hati melihat kesadaran dan budaya antre dari masyarakat kita yang masih sangat rendah. Kita masyarakat Bali merasa bangga karena kita dikenal dengan keramah - tamahan dan memiliki adat serta budaya yang adi luhung. Namun melihat kejadian seperti ini, bahwasanya kesadaran dan budaya antre kita ternyata sangat rendah membuat saya merasa agak malu.

Antre berarti tertib dan sabar menunggu giliran, mendahulukan mereka yang memang datang atau tiba duluan atau mendahulukan kepentingan umum.Budaya dan kesadaran untuk antre ini adalah sebuah cerminan yang menunjukan watak,  disiplin dan perilaku dari seseorang yang secara keseluruhan juga mencerminkan seperti apa watak dan perilaku suatu bangsa. Kesadaran untuk antre juga menunjukan tingkat dan kualitas edukasi dari seseorang dan suatu bangsa. 

Salah satu paman saya kebetulan menikah dan berdomisili di Jepang, sudah hampir 20 tahun ia tinggal disana. Dan ia sering menceritakan kepada saya bagaimana disiplinnya warga negara disana termasuk dalam hal antre. Dia pun menceritakan sebuah contoh nyata yang menggambarkan bagaimana tingginya kesadaran warga negara Jepang dalam hal antre.

Ketika tejadinya bencana gempa dasyat di Jepang, 11 maret 2011, yang memakan ribuan korban jiwa dan meluluh lantakan kota Fukushima dan sekitarnya. Berbagai bantuan pun datang dari seluruh penjuru dunia, seperti obat-obatan ataupun makanan. Namun hal menarik yang terjadi saat itu adalah bagaimana budaya antre yang diterapkan masayarakat  Jepang dalam pengambilan jatah makanan meskipun dalam kondisi bencana. Semua warga tertib dalam barisan, tidak merebut, meskipun sejatinya mereka semua dalam keadaan kelaparan pasca bencana. Tidak ada pembatas, tidak ada petugas khusus pengatur antrian. Hanya kesadaran dari diri masing-masing  untuk tertib dan teratur menunggu giliran .

Bandingkan dengan apa yang terjadi di negara kita Indonesia, saat pembagian jatah sembako ataupun pembagian bantuan lainya. Warga berebut saling mendahului, saling dorong, terinjak - injak bahkan sampai jatuh korban jiwa. Padahal sudah dibangun pembatas antrean dan ada petugas yang mengatur, namun dengan rendahnya kesadaran  dan budaya antre ini, ketertiban sangat sulit tercipta.

Indonesia dikenal sebagai negara yang beragama, dimana mayoritas adalah Islam kemudia Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. Kehidupan beragama begitu semarak di Indonesia, begitupun halnya dengan di Bali. Di Bali dengan mayoritas penduduk beragama Hindu dengan berbagai ritual, adat dan budaya yang begitu indah, kehidupan masyarakatnya sangat kental dengan nilai religi dan spiritual. Jangan sampai kita yang tinggal di pulau yang memiliki vibrasi spiritual yang tinggi  ini dikenal oleh dunia sebagai daerah yang mempunyai kesadaran dan budaya antre yang rendah. 

Antre adalah hal yang sederhana untuk dilakukan namun dibutuhkan kesadaran dan disiplin dalam melaksanakannya. Diperlukan pendidikan dan pemahaman sejak dini tentang apa itu antre , karena budaya antre juga termasuk pendidikan nilai - nilai kemanusiaan. Nilai - nilai ketertiban, disiplin dan mendahulukan kepentingan umum. Budaya dan perilaku antre adalah salah satu cerminan dari watak suatu bangsa. Bangsa yang senantiasa menerapkan budaya antre adalah bangsa yang  berbudaya dan bermartabat.  Mari kita semua budayakan antre!!!
............................................

(Ganapatyananda)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar