Kamis, 05 Maret 2015

Sebuah Pertanyaan Dari Sahabat



"Apakah umat Hindu di Bali juga memuja Sri Rama atau Krishna seperti kami di India?".

Picture taken from Google
Itu adalah bunyi sebuah inbox yang masuk di akun media sosial saya. Pertanyaan itu disampaikan oleh seorang teman di media sosial Facebook. Dia adalah seorang mahasiswa di India yang tertarik terhadap tradisi dan agama Hindu di luar negara asalnya.

Setelah berpikir sejenak, tangan saya pun mulai mengetik sebuah jawaban yang mungkin bisa menjelaskan dan menjawab pertanyaannya, meskipun saya bukanlah ahlinya dalam hal agama. Namun sebagai orang Bali, sedikit tidaknya saya berharap mampu untuk memberikan gambaran tentang agama Hindu yang yang ada di Bali.

Agama Hindu di Bali memang datang atau bersumber dari India dan dibawa dan disebarkan di Nusantara oleh para Maharsi suci jaman dahulu. Namun agama Hindu di Bali tumbuh dan berkembang selaras dengan adat, tradisi dan budaya lokal setempat. Sehingga Hindu di Bali tidaklah sama dengan Hindu India, meskipun akarnya dari India. Ada banyak perbedaan antara Hindu di Bali dan India, dalam hal bentuk tempat suci, ritual, upacara maupun hari raya, meskipun sama - sama berdasarkan sastra suci Weda.
Dan sepanjang yang saya ketahui, Hindu di Bali tidak mengenal pemujaan kepada Sri Rama ataupun Sri Krishna. Sebelum kedatangan Mpu Kuturan ke Bali, memang di Bali terdapat banyak sekali sekte dengan Istha Dewatanya masing - masing. Sekte Siwa, Waisnawa, Bhairawa, Sakta, Ganapatya, Sora,Budha dan lain - lain. Dengan banyaknya sekte, aliran serta paham inilah yang akhirnya menjadi pemicu timbulnya ketegangan dan perpecahan di masyarakat Bali. Namun setelah kedatangan Mpu Kuturan ke Bali, semua paham dan sekte tersebut dilebur menjadi satu menjadi dalam paham Tri Murthi, yaitu paham yang menempatkan Dewa Brahma, Wisnu dan Siwa dalam kedudukan yang sejajar dan sama. Sejak saat itu masyarakat Hindu Bali, secara tradisi turun temurun memuja Tri Murthi dan Saktinya, serta beberapa dewa - dewa lainya sebagai manifestasi dari Tuhan yang satu atau Hyang Widhi. 

Walaupun dalam memang perkembanganya dewasa ini, di Bali juga mulai tumbuh perkumpulan- perkumpulan pemuja Sri Krishna, yaitu perkumpulan yang memuja Krishna sebagai perwujudan kepribadian Tuhan yang utama.Tapi perkumpulan pemuja Krishna ini dapat dikatakan sebagai hal baru dalam masyarakat Bali. Jadi dalam tradisi Hindu di Bali boleh dikatakan tidak mengenal pemujaan kepada Sri Rama ataupun Sri Krishna.

"Mengapa tradisi Hindu di Bali tidak mengenal pemujaan kepada Rama atau Krishna?”

Salah satu wujud ajaran dari Mpu Kuturan dalam mempersatukan semua sekte, aliran dan paham keagamaan yang berkembang saat itu adalah dengan membangun pura untuk masing - masing perwujudan dari Tri Murthi tersebut di masing - masing desa di Bali yang disebut dengan Kahyangan Tiga, dimana Pura Kahyangan Tiga ini terdiri dari
  1. Pura Desa sebagai stana dari Dewa Brahma, manifestasi Hyang Widhi sebagai pencipta 
  2. Pura Puseh sebagai stana dari Dewa Wisnu, manifestasi Hyang Widhi sebagai pemelihara
  3. Pura Dalem sebagai stana dari Dewa Siwa, manifestasi Hyang Widhi sebagai pelebur

Walaupun Hindu di Bali memuja Tri Murthi sebagai dewa yang memiliki kedudukan sejajar, sesuai ajaran dari Mpu Kuturan, namun sejatinya masyarakat Hindu Bali bisa dikatakan cenderung menganut paham Siwaisme, yaitu paham yang menempatkan Siwa sebagai Istha Dewata atau Dewa yang tertinggi. Hal ini dapat dilihat dari stawa mantra yang dipergunakan oleh para pemangku ataupun sulinggih dalam melakukan pemujaan atau puja.
1.      Stawa mantra untuk di Pura Desa;
Om Isanah sarwa widyanam
Iswarah sarwa bhutanam
Brahmanadhipatir brahmanodhipatir Brahma
Siwome astu sadasiwa

Om-Tuhan; Isana-Dewa Isana atau Siva; sarwa-berbagai; widyanam-kebijaksanaan Iswarah-penguasa, raja; sarwa-berbagai; bhutanam-mahkluk
Brahmana-pendeta; adhipati-raja, penguasa; brahmanodhipathir-raja pendeta; Brahma-dewa brahma
Sivo-murni suci; me-saya; astu-semoga; sadasiwa-Siva yang abadi

Ya Tuhan, dalam manifestasi-Mu sebagai Isana, dewa penguasa segala kebijaksanaan
Penguasa segala mahkluk
Brahma, Raja Brahmana penguasa yang mahatinggi
Semoga Siwa yang abadi, Sadasiva, menganugrahkan kesucian, kebahagiaan.

2.      Stawa mantra untuk di Pura Puseh:
Om Giripati mahawiryam
Mahadewa pratistha linggam
Sarwa dewa pranamyanam
Sarwa jagat pratisthanam

Om Giripati dipataye namo namah swaha

Om-Tuhan; giri-gunung; pati-penguasa; mahawiryam-mahahebat
Mahadewa-Siva; pratistha-bertempat tinggal; linggam-lingga
Sarwa-berbagai; dewa-dewata; pranamyanam-hormat
Sarwa-berbagai; jagat-alam; pratisthanam-bertempat tinggal,melingkupi.

Ya Tuhan, dalam perwujudan-MU sebagai Dewa Gunung yang Mahahebat.
Mahadewa yang berstana pada Lingga
Semua dewa bersujud dan memuja-Mu
Engkau yang melingkupi seluruh alam semesta

Ya Tuhan, sembah sujud kami kepada-Mu sebagai Dewa Penguasa Gunung.

3.      Stawa mantra untuk di Pura Dalem:
Om Catur divya mahasakti
Catur asrame bhatari
Siva jagatpati dewi
Durga mā sariram dewi

Om Durga dewi dipataye namo namah

Om-Tuhan; catur-empat; divya-dewi rohani; mahasakti-mahakuasa
Catur-empat; asrame-tahap kehidupan; bhatari-dewi
Siva-dewa Siva; jagatpati-penguasa alam; dewi-dewi
Durga-Dewi Durga; masariram-berwujud; dewi-dewi

Ya Tuhan, dalam wujud-Mu sebagai Catur Dewi yang maha kuasa
Dewi yang dipuja dalam empat tahap kehidupan
Permaisuri dari Dewa Siva, penguasa alam semesta
Dewi yang berwujud Ibu Durga

Sembah sujud kami kepada dewi Durga.

Dari ketiga stawa mantra diatas, baik untuk di Pura Desa, Puseh dan Dalem, semuanya ditujukan untuk memuja keagungan dari Dewa Siwa. Jadi jelas dapat kita ketahui bahwa walaupun Pura Desa, Pura Puseh dan Pura Dalem dikatakan di stanakan untuk dewa yang berbeda, dalam ritual pemujaanya, stawa mantra yang digunakan adalah stawa mantra untuk memuja Dewa Siwa. Hal ini adalah salah satu bukti bahwa Hindu di Bali sejatinya menganut paham Siwaisme.

Hal ini juga dapat dilihat dari adanya Dewata Nawa Sanga, yaitu sembilan dewa penguasa arah mata angin. Dewata Nawa Sanga ini terdiri dari :
  1.  Dewa Wisnu yaitu dewa penguasa arah utara
  2.  Dewa Sambu/Sambho yaitu dewa penguasa arah timur laut
  3.  Dewa Iswara yaitu dewa penguasa arah timur
  4.  Dewa Mahesora/Maheswara yaitu dewa penguasa arah tenggara
  5.  Dewa Brahma yaitu dewa penguasa arah selatan
  6. Dewa Rudra yaitu dewa penguasa arah barat daya
  7. Dewa Mahadewa yaitu dewa penguasa arah barat
  8. Dewa Shangkara yaitu dewa penguasa arah barat laut
  9. Dewa Siwa berkedudukan di tengah - tengah sebagai pusat atau inti dari Dewata Nawa Sanga.

Picture taken from Google
Kesembilan nama dewa penguasa arah mata angin ini sejatinya tidak lain dan tidak bukan adalah nama lain dari Siwa itu sendiri atau Siwa Sahasranama yaitu seribu nama Siwa. Shambo, Iswara, Maheswara, Rudra, Mahadewa, Shankara adalah nama lain dari Siwa, termasuk Brahma dan Wisnu juga dianggap sebagai manifestasi dari Siwa itu sendiri. 

Paham Siwaime yang menempatkan Siwa sebagai Istha Dewata atau Dewa yang utama, membawa kecenderungan bahwa hanya dewa - dewa yang berkaitan dengan Dewa Siwa saja yang dipuja. Sedangkan pemujaan  Rama ataupun Krishna yang dianggap atau diyakini adalah merupakan awatara atau penjelmaan dari Dewa Wisnu, tidak dikenal dalam tradisi Hindu di Bali. Di Bali juga tidak ditemukan adanya peninggalan pura yang khusus dibangun untuk memuja Rama, Krishna ataupun awatara lainnya.

Namun keagungan dan kemuliaan dari epos Ramayana dan Mahabarata ini senantiasa diajarkan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Sehingga dalam setiap upacara besar keagamaan di pura,  rumah atau dimanapun, epos cerita Ramayana dan Mahabarata, senantiasa wajib dibacakan atau digemakan, melalui pembacaan kekawin, wirama atau pertunjukan kesenian wayang. Dan dalam sebuah upacara besar keagamaan atau yadnya di Bali, kita akan menemukan sebuah umbul - umbul yang bergambar tokoh Hanuman sebagai pelengkap dari ritual upacara. Dan seperti kita ketahui bersama Hanuman adalah kera putih, bakta mulia dari Sri Rama, salah satu awatara Wisnu.

Akashat Patitam Toyam, Yatta Gachati Sagaram
Sarwa Dewa Namaskaram Mahadewam Pratigachati

Bagaikan rintik air hujan yang jatuh dari langit, pada akhirnya mengalir kelautan
Pemujaan kepada semua dewa pada akhirnya mencapai Tuhan Yang Maha Esa.
.........................................................................

(Ganapatyananda)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar