"Apakah
umat Hindu di Bali juga memuja Sri Rama atau Krishna seperti kami di India?".
Picture taken from Google |
Itu adalah bunyi sebuah inbox yang masuk di akun media
sosial saya. Pertanyaan itu disampaikan oleh seorang teman di media sosial Facebook.
Dia adalah seorang mahasiswa di India yang tertarik terhadap tradisi dan agama
Hindu di luar negara asalnya.
Setelah berpikir sejenak, tangan saya pun mulai
mengetik sebuah jawaban yang mungkin bisa menjelaskan dan menjawab
pertanyaannya, meskipun saya bukanlah ahlinya dalam hal agama. Namun sebagai
orang Bali, sedikit tidaknya saya berharap mampu untuk memberikan gambaran
tentang agama Hindu yang yang ada di Bali.
Agama Hindu di Bali memang datang atau bersumber dari
India dan dibawa dan disebarkan di Nusantara oleh para Maharsi suci jaman
dahulu. Namun agama Hindu di Bali tumbuh dan berkembang selaras dengan adat, tradisi
dan budaya lokal setempat. Sehingga Hindu di Bali tidaklah sama dengan Hindu
India, meskipun akarnya dari India. Ada banyak perbedaan antara Hindu di Bali
dan India, dalam hal bentuk tempat suci, ritual, upacara maupun hari raya, meskipun
sama - sama berdasarkan sastra suci Weda.
Dan sepanjang yang saya ketahui, Hindu di Bali
tidak mengenal pemujaan kepada Sri Rama ataupun Sri Krishna. Sebelum kedatangan
Mpu Kuturan ke Bali, memang di Bali terdapat banyak sekali sekte dengan Istha
Dewatanya masing - masing. Sekte Siwa, Waisnawa, Bhairawa, Sakta, Ganapatya, Sora,Budha
dan lain - lain. Dengan banyaknya sekte, aliran serta paham inilah yang
akhirnya menjadi pemicu timbulnya ketegangan dan perpecahan di masyarakat Bali.
Namun setelah kedatangan Mpu Kuturan ke Bali, semua paham dan sekte tersebut
dilebur menjadi satu menjadi dalam paham Tri Murthi, yaitu paham yang
menempatkan Dewa Brahma, Wisnu dan Siwa dalam kedudukan yang sejajar dan sama.
Sejak saat itu masyarakat Hindu Bali, secara tradisi turun temurun memuja Tri
Murthi dan Saktinya, serta beberapa dewa - dewa lainya sebagai manifestasi dari
Tuhan yang satu atau Hyang Widhi.
Walaupun dalam memang perkembanganya dewasa ini,
di Bali juga mulai tumbuh perkumpulan- perkumpulan pemuja Sri Krishna, yaitu perkumpulan yang memuja Krishna sebagai
perwujudan kepribadian Tuhan yang utama.Tapi perkumpulan pemuja Krishna ini
dapat dikatakan sebagai hal baru dalam masyarakat Bali. Jadi dalam tradisi
Hindu di Bali boleh dikatakan tidak mengenal pemujaan kepada Sri Rama ataupun
Sri Krishna.
"Mengapa
tradisi Hindu di Bali tidak mengenal pemujaan kepada Rama atau Krishna?”
Salah satu wujud ajaran dari Mpu Kuturan dalam
mempersatukan semua sekte, aliran dan paham keagamaan yang berkembang saat itu
adalah dengan membangun pura untuk masing - masing perwujudan dari Tri Murthi
tersebut di masing - masing desa di Bali yang disebut dengan Kahyangan Tiga,
dimana Pura Kahyangan Tiga ini terdiri dari
- Pura Desa sebagai stana dari Dewa Brahma, manifestasi Hyang Widhi sebagai pencipta
- Pura Puseh sebagai stana dari Dewa Wisnu, manifestasi Hyang Widhi sebagai pemelihara
- Pura Dalem sebagai stana dari Dewa Siwa, manifestasi Hyang Widhi sebagai pelebur
Walaupun Hindu di Bali memuja Tri Murthi sebagai
dewa yang memiliki kedudukan sejajar, sesuai ajaran dari Mpu Kuturan, namun
sejatinya masyarakat Hindu Bali bisa dikatakan cenderung menganut paham
Siwaisme, yaitu paham yang menempatkan Siwa sebagai Istha Dewata atau Dewa yang
tertinggi. Hal ini dapat dilihat dari stawa mantra yang dipergunakan oleh para
pemangku ataupun sulinggih dalam melakukan pemujaan atau puja.
1. Stawa
mantra untuk di Pura Desa;
Om Isanah sarwa widyanam
Iswarah sarwa bhutanam
Brahmanadhipatir brahmanodhipatir Brahma
Siwome astu sadasiwa
Om-Tuhan; Isana-Dewa Isana atau Siva; sarwa-berbagai; widyanam-kebijaksanaan Iswarah-penguasa,
raja; sarwa-berbagai; bhutanam-mahkluk
Brahmana-pendeta; adhipati-raja, penguasa; brahmanodhipathir-raja pendeta; Brahma-dewa brahma
Sivo-murni suci; me-saya; astu-semoga; sadasiwa-Siva
yang abadi
Ya Tuhan, dalam
manifestasi-Mu sebagai Isana, dewa penguasa segala kebijaksanaan
Penguasa segala
mahkluk
Brahma, Raja
Brahmana penguasa yang mahatinggi
Semoga Siwa yang
abadi, Sadasiva, menganugrahkan kesucian, kebahagiaan.
2. Stawa
mantra untuk di Pura Puseh:
Om Giripati mahawiryam
Mahadewa pratistha linggam
Sarwa dewa pranamyanam
Sarwa jagat pratisthanam
Om Giripati dipataye namo namah swaha
Om-Tuhan; giri-gunung; pati-penguasa;
mahawiryam-mahahebat
Mahadewa-Siva; pratistha-bertempat tinggal; linggam-lingga
Sarwa-berbagai; dewa-dewata; pranamyanam-hormat
Sarwa-berbagai; jagat-alam; pratisthanam-bertempat
tinggal,melingkupi.
Ya Tuhan, dalam
perwujudan-MU sebagai Dewa Gunung yang Mahahebat.
Mahadewa yang
berstana pada Lingga
Semua dewa
bersujud dan memuja-Mu
Engkau yang
melingkupi seluruh alam semesta
Ya Tuhan, sembah
sujud kami kepada-Mu sebagai Dewa Penguasa Gunung.
3. Stawa
mantra untuk di Pura Dalem:
Om Catur divya mahasakti
Catur asrame bhatari
Siva jagatpati dewi
Durga mā sariram dewi
Om Durga dewi dipataye namo namah
Om-Tuhan; catur-empat; divya-dewi
rohani; mahasakti-mahakuasa
Catur-empat; asrame-tahap kehidupan; bhatari-dewi
Siva-dewa Siva; jagatpati-penguasa alam; dewi-dewi
Durga-Dewi Durga; masariram-berwujud; dewi-dewi
Ya Tuhan, dalam
wujud-Mu sebagai Catur Dewi yang maha kuasa
Dewi yang dipuja
dalam empat tahap kehidupan
Permaisuri dari
Dewa Siva, penguasa alam semesta
Dewi yang
berwujud Ibu Durga
Sembah sujud
kami kepada dewi Durga.
Dari ketiga stawa mantra diatas, baik untuk di
Pura Desa, Puseh dan Dalem, semuanya ditujukan untuk memuja keagungan dari Dewa
Siwa. Jadi jelas dapat kita ketahui bahwa walaupun Pura Desa, Pura Puseh dan
Pura Dalem dikatakan di stanakan untuk dewa yang berbeda, dalam ritual
pemujaanya, stawa mantra yang digunakan adalah stawa mantra untuk memuja Dewa
Siwa. Hal ini adalah salah satu bukti bahwa Hindu di Bali sejatinya menganut
paham Siwaisme.
Hal ini juga dapat dilihat dari adanya Dewata
Nawa Sanga, yaitu sembilan dewa penguasa arah mata angin. Dewata Nawa Sanga ini
terdiri dari :
- Dewa Wisnu yaitu dewa penguasa arah utara
- Dewa Sambu/Sambho yaitu dewa penguasa arah timur laut
- Dewa Iswara yaitu dewa penguasa arah timur
- Dewa Mahesora/Maheswara yaitu dewa penguasa arah tenggara
- Dewa Brahma yaitu dewa penguasa arah selatan
- Dewa Rudra yaitu dewa penguasa arah barat daya
- Dewa Mahadewa yaitu dewa penguasa arah barat
- Dewa Shangkara yaitu dewa penguasa arah barat laut
- Dewa Siwa berkedudukan di tengah - tengah sebagai pusat atau inti dari Dewata Nawa Sanga.
Picture taken from Google |
Kesembilan nama dewa penguasa arah mata angin ini
sejatinya tidak lain dan tidak bukan adalah nama lain dari Siwa itu sendiri
atau Siwa Sahasranama yaitu seribu nama Siwa. Shambo, Iswara, Maheswara, Rudra,
Mahadewa, Shankara adalah nama lain dari Siwa, termasuk Brahma dan Wisnu juga
dianggap sebagai manifestasi dari Siwa itu sendiri.
Paham Siwaime yang menempatkan Siwa sebagai Istha
Dewata atau Dewa yang utama, membawa kecenderungan bahwa hanya dewa - dewa yang
berkaitan dengan Dewa Siwa saja yang dipuja. Sedangkan pemujaan Rama ataupun Krishna yang dianggap atau
diyakini adalah merupakan awatara atau penjelmaan dari Dewa Wisnu, tidak
dikenal dalam tradisi Hindu di Bali. Di Bali juga tidak ditemukan adanya
peninggalan pura yang khusus dibangun untuk memuja Rama, Krishna ataupun
awatara lainnya.
Namun keagungan dan kemuliaan dari epos Ramayana
dan Mahabarata ini senantiasa diajarkan secara turun temurun dari generasi ke
generasi. Sehingga dalam setiap upacara besar keagamaan di pura, rumah atau dimanapun, epos cerita Ramayana
dan Mahabarata, senantiasa wajib dibacakan atau digemakan, melalui pembacaan
kekawin, wirama atau pertunjukan kesenian wayang. Dan dalam sebuah upacara
besar keagamaan atau yadnya di Bali, kita akan menemukan sebuah umbul - umbul
yang bergambar tokoh Hanuman sebagai pelengkap dari ritual upacara. Dan seperti
kita ketahui bersama Hanuman adalah kera putih, bakta mulia dari Sri Rama,
salah satu awatara Wisnu.
Akashat Patitam Toyam, Yatta Gachati Sagaram
Sarwa Dewa Namaskaram Mahadewam Pratigachati
Bagaikan rintik air hujan yang jatuh dari langit, pada akhirnya mengalir kelautan
Pemujaan kepada semua dewa pada akhirnya mencapai Tuhan Yang Maha Esa.
.........................................................................
.........................................................................
(Ganapatyananda)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar