Seorang teman bercerita kepada
saya, pengalaman bersama rombongannya melakukan perjalanan tirtha yatra ke beberapa Pura. Rombongan
terdiri dari enam orang dan menggunakan sebuah kendaraan pribadi. Rombongan
terdiri dari mereka yang rata - rata sudah berumur diatas kepala lima. Karena
mungkin sudah berumur diatas kepala lima, tentu pembawaanya lebih religius dan
keyakinan yang lebih dalam. Sehingga pembicaraan dalam kendaraanpun lebih
cenderung kepada obrolan rohani keagamaan dan keyakinan akan Tuhan.
Perjalanan pun berjalan lancar,
dan beberapa pura yang menjadi tujuan tirtha yatra pun telah dapat dikunjungi
dan akhirnya saatnya untuk kembali pulang. Semua anggota rombongan tampak puas
dan bahagia telah dapat melakukan perjalanan tirtha yatra tersebut. Dalam perjalanan pulang rombongan berhenti
sejenak di sebuah pinggir jalan karena ada seorang dari rombongan yang mabuk
perjalanan sehingga muntah - muntah. Pinggir jalan dimana rombongan tersebut
berhenti adalah sebuah tebing yang cukup tinggi, cukup rimbun sehingga tampak
nyaman untuk sekadar beristirahat sebentar dibawahnya.
Tiba - tiba semua anggota
rombongan dikejutkan dengan sebuah pancuran yang tiba - tiba muncul dari tengah
- tengah tebing di lokasi dimana mereka berhenti. Mereka semua heran dan tidak mengerti, bagaimana sebuah
pancuran tiba - tiba muncul dari tengah - tengah tebing tersebut. Karena baru
saja habis melakukan perjalanan suci mengunjungi beberapa Pura, maka mereka
semua berkesimpulan bahwa pancuran ini adalah sebuah keajaiban dan anugerah dari
Tuhan untuk mereka. Mereka yakin bahwa pancuran tersebut bukanlah pancuran
sembarangan dan pastilah air pancuran tersebut adalah tirtha dari dewa, yang
akan memberikan berbagai manfaat kebaikan bagi mereka.
Kemudian mereka dengan penuh suka
cita mengambil air dari pancuran tersebut, mencuci muka dan memerciki seluruh
tubuh mereka dengan air dari pancuran tersebut. Semuanya sumringah karena
merasa telah mendapatkan anugerah air suci atau tirtha dari Tuhan melalui
pancuran air yang tiba - tiba muncul tersebut.
Setelah semua merasa puas dan merasa cukup mengambil air dari pancuran
tersebut, mereka pun kembali ke kendaraan mereka.
Namun baru beberapa meter
kendaraan berjalan meninggalkan lokasi pancuran air tersebut, tiba - tiba terdengar suara "bruk", keras sekali. Dan ternyata suara itu adalah suara yang
berasal dari tebing pancuran air tersebut dan ternyata tebing itu longsor.
Semua rombongan terkejut melihat peristiwa tersebut. Mereka semua bersyukur
bahwasanya mereka telah meninggalkan tebing tersebut tepat ketika tebing tersebut
akan longsor. Jika tidak, pastilah mereka akan menjadi korban longsor dari
tebing tersebut.
Mereka semua akhirnya sadar dan
tahu bahwa pancuran air yang tiba - tiba muncul tersebut adalah rembesan air
dari puncak tebing, yang menggerus dan mengakibatkan tebing tersebut akhirnya longsor.
Mereka mensyukuri keberuntungan mereka karena selamat dari peristiwa tersebut dan
menertawakan kebodohannya karena menduga dan meyakini bahwasanya air pancuran yang
muncul tiba - tiba tersebut adalah air
suci anugerah Ida Bhatara atau Tuhan.
Inilah perwujudan dari sebuah
keyakinan tanpa pengetahuan, keyakinan dalam kebodohan, dan keyakinan semacam
ini adalah sebuah kekonyolan. Keyakinan ini membahayakan dan berbahaya, tidak
saja bagi diri sendiri tapi juga orang lain. Keyakinan memang tidak untuk
dipertanyakan, tapi keyakinan haruslah didasari dengan pengetahuan dengan Jnana
dan Wiweka.
Harus kita akui bahwa kebanyakan
dari kita, ketika melakukan suatu hal yang baik, apalagi sesuatu yang
berhubungan dengan keyakinan agama dan Tuhan, mengharapkan balasan berupa
berbagai anugerah dari Tuhan, dan cenderung ingin instant. Seperti kejadian
diatas, karena merasa telah melakukan sebuah kegiatan yang baik sesuai dengan
ajaran agama, maka ketika tiba - tiba muncul sebuah pancuran air, secara
spontan pikiran mereka menganggap hal tersebut adalah sebuah keajaiban dan
anugerah dari Tuhan untuk mereka.
Bukanlah air pancuran tersebut
yang merupakan anugerah Tuhan bagi mereka karena telah melakukan perjalanan
suci atau tirtha yatra, tapi selamat
dari peristiwa tersebutlah yang merupakan anugerah dari Tuhan untuk mereka.
Selamat dari peristiwa tersebutlah hasil dari karma baik mereka karena telah melakukan
Tirtha Yatra. Anugerah tidak selalu berupa materi atau sesuatu yang dapat
dilihat apalagi sesuatu yang bersifat mistik dan gaib. Anugerah Tuhan bisa
berupa apa saja dan bahkan setiap tarikan dan hembusan nafas kita adalah sebuah
anugerah yang luar biasa yang harus kita syukuri setiap saat dan kehidupan
kita. Hanya mereka yang senantiasa bersyukur dan berterima kasih dalam
kehidupannya yang layak untuk mendapatkan segala anugerah dan rahmat dari
Tuhan.
..................................................................................
(Ganapatyananda)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar