Dengan penuh semangat ia menjelaskan
berbagai hal tentang keyakinan spiritual yang dianutnya. Tak lupa ia mengutip
sloka - sloka dari sastra suci Bhagawad Gita dalam versi kelompoknya dan berbagai
sastra suci lainnya untuk memperkuat berbagai dalil - dalil dalam ajaran
keyakinannya. Dengan seksama pula saya mendengarkannya, walaupun mungkin apa
yang ia katakan dan pahami berbeda dari apa yang saya pahami dan yakini. Itu tak
menjadi soal bagi saya karena saya memang senang mendengarkan berbagai
pengetahuan spiritual. Mendengarkan bagi saya memberikan banyak pengetahuan
baru, daripada berbicara, apalagi berbicara sesuatu hal yang tidak penting
hanya membuang - buang energi.
Kemulan |
Terus terang saya kagum atas
kemampuan dan penguasaannya, terutama hapalannya terhadap sloka - sloka dalam
sastra suci terutama Bhagawad Gita. Tampaknya ia hapal betul sampai titik -
koma dan terjemahannya. Itu menunjukan bahwa ia memang tengah menyibukan diri
dalam usahanya meningkatkan kualitas spiritualnya, dengan mempelajari sastra suci, semoga saja perkiraan saya tidak salah. Dan saya sangat menghormati
mereka - mereka yang tengah berusaha melangkah maju dalam kerohanian.
Tersirat ada kebanggaan karena
mungkin merasa sebagai yang “terberkati”
karena telah tergabung dalam sebuah kelompok spiritual dalam sebuah garis
perguruan yang menurutnya adalah sebuah garis perguruan dari Tuhan Yang Maha
Esa itu sendiri. Saya katakan sebuah kelompok spiritual atau sebuah garis
perguruan spiritual karena saya tak ingin menyebutnya sebagai sebuah sekte.
Dalam banyak hal, sebenarnya saya
melihat, merasa serta meyakini pula bahwa ajaran yang disampaikan melalui garis
perguruan mereka memang benar dan akan memberikan manfaat kebaikan bagi manusia.
Ada banyak kesamaan yang saya temukan dalam obrolan kami. Namun di sisi lain
ada beberapa hal yang mungkin tidak dapat saya terima, yang menurut saya hal
tersebut sudah jauh menyimpang dari apa yang saya yakini. Ia memang mampu
memberikan berbagai argumentasi dan dalil yang disertai kutipan dari sastra
suci untuk menunjang argumentasinya, tapi bagi saya argumentasi dan dalil -
dalil tersebut terkadang tidak lebih sebagai sebuah upaya dalam mencari “pembenaran”.
Bagi saya apapun keyakinan
seseorang, apabila ia betul - betul yakin dan percaya, ia tidak memerlukan
berbagai dalil - dalil untuk memperkuat keyakinan dan kepercayaanya. Meskipun
dalil - dalil tersebut dikutip dari berbagai ayat atau sloka dalam sastra suci.
Mereka yang merasa memiliki keyakinan dan kepercayaan penuh terhadap ajaran
dari keyakinannya tetapi senantiasa memerlukan dalil - dalil dan kutipan dari sloka
- sloka dalam ayat suci untuk memperkuat keyakinannya sejatinya seorang yang
tengah ragu atas keyakinannya sendiri. Mereka men-Tuhan-kan kitab suci dan
mengganggap dapat mengetahui dan menjelaskan Tuhan hanya dari sekadar beberapa
sastra suci yang mereka baca, luar biasa hebat...!!!
Hal yang paling membuat saya
tidak setuju atau tidak mampu menerima ajaran yang mereka anggap sebagai
kebenaran adalah bahwasanya hanya melalui kelompok dan garis perguruan merekalah
seseorang akan memperoleh rahmat dan pertolongan Tuhan. Bagi saya ini hanyalah sekadar sebuah doktrin basi untuk menarik pengikut. Ia menganggap
Tuhan hanya milik kelompoknya dan mereka yang berada di luar kelompoknya hanya
melakukan sebuah pencarian dan pelaksanaan kegiatan spiritual yang sia - sia. Suatu
hal yang menurut saya betul - betul tak masuk akal, non sense! Ia dan
kelompoknya ingin memiliki dan memonopoli Tuhan dan surga, wow...hebat sekali.
Tentu tidak salah apabila dalam
sebuah keyakinan menganggap Tuhan yang mereka puja adalah Tuhan yang tertinggi, atau
bahkan menganggap bahwa perwujudan Tuhan yang dipuja adalah perwujudan Tuhan
yang asli. Itu adalah hak mereka, hak pribadi mereka, karena hubungan manusia
dengan Tuhan adalah hubungan yang sangat pribadi. Hubungan anda dengan Tuhan,
hubungan saya dengan Tuhan, is private.
Namun tatkala telah merasa memuja
Tuhan yang satu itu, yang tertinggi itu, tapi kemudian menomor duakan atau
merendahkan perwujudan Tuhan yang dipuja orang lain, itu adalah sebuah
kebodohan. Mereka mengatakan Tuhan itu satu adanya, namun di saat yang sama mereka
mengatakan Tuhan atau perwujudan-Nya yang dipuja orang lain adalah yang “nomor
dua” atau yang lebih rendah, bagaimana
bisa?. Memangnya Tuhan itu ada berapa sih, katanya ada satu, kemudian kenapa
ada yang nomor dua, tiga, atau yang lebih tinggi dan yang lebih rendah?. Nah lho.........!!!.
Itulah yang saya katakan sebuah
kebodohan, kebodohan dalam keakuan. Jika memang Tuhan itu satu adanya, itu
artinya yang nomor dua, tiga atau yang lebih tinggi atu lebih rendah itu, tidak
lain dan tidak bukan adalah yang satu itu, yang tertinggi itu, hanya satu itu. Jangan
karena fanatisme sempit membuat kita jadi bodoh, tidak mampu melihat dan
mendengar kebenaran yang disampaikan oleh orang diluar kelompok atau keyakinan
kita. Ketahuilah bahwa terkadang kebenaran disampaikan oleh orang yang kita anggap tersesat atau bahkan sesat.
Ritual, upacara dan upakara boleh
berbeda namun substansi dari semua itu saya yakin sama, yaitu perwujudan rasa
bakti, rasa syukur dan rasa cinta kita terhadap Tuhan. Jangan terpaku dengan
ritual, upacara maupun upakaranya. Jangan mencari perbedaan didalamnya untuk
kemudian dijadikan bahan perdebatan, yang ini salah, yang itu salah, hmmm...terus yang benar yang mana?.
Cara setiap orang mengungkapkan
rasa bakti, rasa syukur maupun rasa cintanya pada Tuhan tentu berbeda. Ada yang
sebatas dengan cakupan tangan, ada yang dengan bunga, ada yang tekun dalam
sadana rohani, ada yang mewujudkannya dalam sebuah pelayanan kepada manusia
lainya, kepada alam maupun lingkungan. Hormati semua karena semua dilandasi
oleh rasa bakti, rasa syukur, dan rasa cinta kasih terhadap Tuhan.
Jangan berupaya untuk mengganti
sebuah tradisi adi luhung dalam masyarakat, dengan tradisi baru yang anda peroleh
atau pelajari di tempat lain, walaupun mungkin bagi anda itu lebih mulia.
Setiap daerah memiliki tradisi, adat dan budayanya sendiri jangan berusaha menghapusnya.
Karena bisa jadi anda yang malah terhapus dari dalam masyarakat. Masyarakat
yang kehilangan tradisi, adat dan budayanya adalah masyarakat yang kehilangan
identitasnya. Tradisi dan budaya kita menunjukan jati diri kita, menunjukan
bangsa dan tanah air kita.
Kita mesti terbuka terhadap
berbagai pengetahuan dan perkembangannya, terutama pengetahuan spiritual. Belajar
itu hidup dan hidup adalah belajar, saat kita berhenti belajar adalah saat ajal
menjemput. Namun terbuka terhadap berbagai ajaran maupun pengetahuan spiritual
bukan berarti kita menerima dan menelan mentah - mentah segala ajaran yang
masuk. Semua harus ada filternya, ada saringannya. Menerima pengetahuan
spiritual bukan berarti juga harus menerima berbagai tradisi yang dibawa atau
melekat padanya.
Dalam tradisi kita, orang Bali, saat
datang ketempat suci atau Pura hendaknya memakai pakaian adat Bali. Perempuan
memakai kain atau kamen dan kebaya sedangkan yang pria memakai kain kamen dan
destar. Tradisi dan budaya ini hendaknya jangan digantikan dengan budaya yang
datang dari luar, misalkan ketempat suci atau Pura memakai pakaian sari ala India, atau memakai jubah ala
pertapa India. Meskipun pakaian bukanlah hal yang terpenting dalam berkeyakinan
dan spiritualitas, namun pakaian adat tersebut mampu menunjukan jati diri kita
sebagai orang Bali.
Tergabung dalam sebuah kelompok atau
perguruan spiritual tentu adalah hal yang sangat baik. Memberikan kesempatan
kita untuk bisa belajar lebih banyak hal tentang agama, spiritualitas dan
Tuhan. Juga memberikan kesempatan berkumpul dengan mereka yang mempunyai
keinginan dan minat yang sama dalam hal spiritual, yang bisa membantu
perkembangan dan kemajuan rohani kita.
Namun hal ini jangan dilakukan
karena latah, karena banyak yang ikut saya juga mesti ikut, jangan karena itu.
Bergabunglah atau berkumpulah dengan mereka yang mendukung kemajuan rohani kita
dan yang mampu menjadikan kita pribadi yang lebih baik. Jangan bergabung dengan
kelompok spiritual yang hanya menjadikan anda semakin jauh dari keluarga, masyarakat,
dan menjadikan anda orang yang meninggalkan berbagai tradisi luhur yang
diwariskan oleh para leluhur kita.
Jika ada perkumpulan atau
kelompok - kelompok spiritual yang mengatakan bahwa hanya Tuhan merekalah yang
benar dan Tuhan anda keliru, tinggalkan mereka. Jika ada yang mengatakan bahwa
hanya ritual mereka yang benar dan ritual anda keliru, tinggalkan mereka. Jika
ada yang mengatakan bahwa hanya tradisi, adat dan budaya yang kita miliki
keliru dan harus kita tinggalkan, tinggalkan kelompok, perkumpulan atau
perguruan seperti itu. Kita harus bangga atas tradisi, adat dan budaya yang
kita miliki. Dan semua itu sudah dilandasi dengan berbagai nilai - nilai
kemanusiaan yang luhur dan mulia. Meskipun mungkin ada beberapa hal yang harus mendapatkan
penyesuaian dengan perkembangan zaman.
Daripada sibuk berusaha untuk meyakinkan
orang lain atas apa yang anda yakini akan lebih baik apabila anda berusaha meyakinkan diri anda sendiri dan
capailah apa yang menjadi tujuan rohani anda. Jangan berusaha meyakinkan orang
lain atas apa yang anda sendiripun tak yakini sepenuhnya. Jangan hanya sekadar pintar mengahapal
dan mengutip sloka dan ayat suci, karena sastra atau kitab suci bukan sekadar
untuk dihapal dan dikutip, tapi untuk dipahami dan dilaksanakan. Seribu hapalan dan kutipan
dari kitab suci tidak bernilai dibandingkan satu saja pelaksanaannya. Hapalan -
hapalan - hapalan tidak berarti sama sekali dibandingkan kerja - kerja - kerja.
(Ganapatyananda)
(Ganapatyananda)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar