Sewaktu masih duduk di bangku
kuliah di sebuah universitas pariwisata di Bali, saya pernah mengikuti sebuah on the job training program atau sebuah
praktek kerja lapangan dengan ditempatkan di sebuah perusahaan biro perjalanan
wisata di Denpasar. Hari itu saya berkesempatan diajak untuk ikut dalam sebuah
tour oleh Bapak Wayan, sang tour guide untuk menemani dan mengantarkan pasangan
wisatawan dari Australia, sebutlah namanya Jack dan Joana, untuk berkeliling di
pulau dewata Bali. Rencana perjalanannya adalah untuk mengunjungi beberapa destinansi wisata di daerah bagian
barat. Mulai dari Alas Kedaton, Kebun
Raya Bedugul dan Danau Beratan termasuk pura Ulun Danu Beratan.
Di dalam mobil, Bapak Wayan
begitu bersemangat menceritakan dan menjelaskan berbagai hal yang sekiranya
menarik untuk diceritakan kepada tamu tersebut, dari adat, tradisi dan budaya
sampai berbagai hal tentang kehidupan masyarakat Bali. Dengan bahasa Inggris
yang fasih dan sesekali diselingi humor dan joke - joke ringan perjalanan
seakan tak terasa. Ketika itu saya duduk di kursi paling belakang, sambil
memperhatikan dan menulis berbagai hal baru yang tidak diajarkan di kampus.
Namun yang menarik untuk
diceritakan adalah ketika perjalanan kembali menuju Denpasar. Di pinggir kanan -
kiri jalan raya Bedugul tersebut banyak sekali terdapat lapak pedagang buah.
Berbagai buah lokal, dari buah rambutan, jeruk, durian dan lain sebagainya. Saat
melewati jejeran para pedagang buah pinggir jalan tersebut, Bapak Wayan pun
menceritakan jenis - jenis buah lokal, nama dan menggambarkan bagiamana
rasanya. Bapak Wayan pun menceritakan tentang buah Durian. Ia menggambarkan
bagaimana isi dan rasa dari buah Durian tersebut. Mungkin karena Bapak Wayan
ini sangat menyukai Durian hingga ia begitu bersemangat menceritakannya. Ia pun
mengatakan bahwa buah terlesat di dunia adalah buah Durian.
Picture taken from Google |
Mendengar penjelasan Bapak Wayan
tentang buah Durian ini, Jack dan Joana pun ingin mencoba untuk menikmati kelesatannya.
Maka kamipun berhenti di sebuah lapak pedagang buah di pinggir jalan. Buah yang
dijajakan memang beraneka ragam dan bagi wisatawan harganya tergolong sangat
murah. Jack dan Joana langsung meminta buah durian yang paling besar. Mereka
begitu bersemangat untuk mencoba dan mencicipi buah yang begitu digembor - gemborkan oleh Bapak Wayan.
Dibantu oleh Bapak Wayan,
buah durian tersebut langsung dibuka ditempat itu, untuk langsung bisa
dinikmati. Begitu dibuka, aroma khas dari durian pun keluar,bagi Bapak Wayan
aroma itu sungguh nikmat. Namun bagi Jack dan Joana, terlihat dari mimik
wajahnya mungkin aromanya agak aneh, namun cerita kenikmatan rasa buah Durian
ini membuat mereka merasa harus mencobanya. Sementara sya dan Bapak Wayan
langsung menyantap Durian yang telah dibuka tersebut.
“Wow rasanya manis dan betul - betul enak !”, kata Bapak Wayan.
Saya pun mengangguk tanda menyetujuinya,
Bapak wayan langsung menawarkan kepada Jack dan Joana untuk mencoba dan menikmatinya,
sambil mengacungkan jempol tanda “mantap”. Melihat kami begitu meikmati buah Durian
ini, Jack dan Joana pun mengambil satu biji buah Durian tersebut kemudian mulai
mencicipinya.
“Ueeekkkk...ueeekkk...uekkk...!”, Jack dan Joana langsung
memuntahkan buah Durian tersebut.
“Huh...rasanya buruk, buruk sekali, kami tidak bisa makan buah seperti
ini”, teriak mereka, sambil tertawa.
“Woow...kami benar - benar tidak menyukainya,
baunya...ohhh..menjijikan, tidak - tidak kami tidak akan buah ini”, kata
Jack.
Saya pun tidak dapat menahan
tawa, buah yang begitu enak bagi kami, dan juga mungkin buat anda penggemar buah
Durian, ternyata tidak demikian juga bagi Jack dan Joanat. Mereka sampai muntah
dan harus berkumur dengar air untuk menghilangkan rasa dan bau dari durian
tersebut di mulutnya.
Sebuah pengalaman lucu yang terus
saya ingat, bahkan jika mengingatnya kembali membuat saya senyum - senyum sendiri.
Mengenang bagaiamana Bapak Wayan yang begitu bersemangat menjelaskan rasa buah
durian, dari sudut pandang dan seleranya sendiri dan kenyataan bahwa Jack dan
Joana ternyata tidak suka, bahkan jijik terhadap bau dan rasa durian.
Hal inipun sebenarnya yang banyak
terjadi dalam dunia spiritual dewasa ini. Banyak sekali muncul berbagai perkumpulan
spiritual dan menerbitkan berbagai buku - buku spiritual, dengan berbagai
pemahamannya, filsafat dan sudut pandangnya masing - masing. Semua buku spiritual
yang terbit tersebut tentu ditulis oleh sang pengarang berdasarkan pengalaman,
pengetahuan dan sudut pandang pribadi mereka. Bagi para peminat kehidupan
spiritual, tentu ini merupakan hal yang baik. Banyak buku berarti banyak hal
yang bisa dipelajari.
Namun yang harus menjadi
perhatian adalah ketika seseorang begitu fanatik dalam meyakini dan mempercayai
apa yang ia baca, meskipun ia tak pernah mengalaminya sendiri. Seperti halnya
menceritakan dengan penuh keyakinan betapa nikmatnya buah Durian, padahal ia
belum pernah mencicipinya sendiri. Rasa Durian yang ia ceritakan hanya seperti
apa yang tertulis dalam buku yang ia baca. Ketika buku yang ia miliki
mengatakan bahwa rasa Durian begitu enak, maka dengan penuh keyakinan, ia pun
mengatakan bahwa Durian itu begitu nikmat, padahal ia sendiri belum pernah
mencicipinya. Dan tatkala ada yang mengatakan bahwa rasa durian begitu buruk, bau dan membuat mual, mereka menjadi marah, karena tidak sesuai dengan apa yangn tertulis dalam buku yang mereka miliki. Fanatisme ini akibat dari sempitnya pandangan seseorang atas apa
yang ia yakini. Sehingga mereka menjadi sangat sulit menerima kebenaran yang
disampaikan oleh orang diluar kelompoknya. Padahal sejatinya mereka pun belum
pernah mengalami kebenaran seperti apa yang mereka yakini.
Banyak sekali yang suka berargumen
bahkan berdebat tentang sesuatu yang mereka sendiripun sebenarnya tak pahami.
Demi membenarkan argumen mereka, mereka mengutip berbagai ayat, berbagai sloka,
berbagai buku yang mereka pernah baca. Bahkan sepertinya mereka hafal sampai
titik koma dari berbagai kutipan tersebut. Namun sayangnya, pengetahuan mereka
hanya sebatas dari buku yang mereka pernah baca. Tak satupun pengalaman
spiritual yang tertuang dalam berbagai buku tersebut pernah mereka alami. Dari
sekadar beberapa buku yang mereka miliki, mereka berpikir dan merasa sudah bisa
mengkonsepkan Tuhan. Dari beberapa buku, yang mereka anggap buku suci, mereka
merasa sudah tahu bentuk dan wujud Tuhan. Mereka tidak bisa menerima pengalaman
spiritual orang lain, diluar apa yang tertulis dalam buku mereka. Mereka
menganggap bahwa buku mereka adalah yang paling benar, karena ditulis oleh
seorang yang mereka anggap Guru kerohanian dan satu - satunya Guru yang
memiliki hak “paten” yang diberikan oleh Tuhan untuk menuliskan ajaran-Nya.
Tidak ada yang salah mempelajari
spiritualitas dan segala kaitanya tentang hidup dan kehidupan, tentang Tuhan,
alam dan manusia, melalui buku. Namun dalam spiritualitas, pelaksanaanya tidak
akan memberikan pengalaman rohani yang sama kepada semua orang. Semua orang
akan mengalami atau mendapatkan pengalaman spiritual yang berbeda, hal ini
dipengaruhi oleh banyak hal. Apabila seorang peminat spiritual mempelajari
sebuah konsep spiritual dari sebuah atau beberapa buku dan literatur, kemudian
hanya berbekal pengetahuan yang ia dapatkan dari buku - buku tersebut ia mulai
menolak semua pemahaman orang lain, sebenarnya ia bukan melangkah maju, tapi
sebaliknya melangkah mundur, menjauh dari tujuannya yang utama.
Jika anda hanya mendengar cerita
atau sekadar pernah membaca di sebuah buku tentang betapa nikmatnya buah
durian, sebaiknya anda mencoba dulu, biar tahu bagaimana sebenarnya rasa buah
durian tersebut. Jika anda belum pernah mencoba rasanya, namun sudah begitu
yakin bahwa rasanya pasti enak, seperti apa yang anda baca di buku, ada
kemungkinan anda keliru. Jika anda sudah pernah mencobanya, anda akan tahu dan
mampu menceritakan kepada orang lain, bagaimana rasa durian dari penilaian
anda. Jika menurut anda enak, berarti sesuai dengan selera anda, jika menurut
anda tidak enak, berarti tidak sesuai dengan selera anda. Masing - masing punya
penilaiannya sendiri, dan semua penilaian tersebut tidak perlu diperdebatkan.
Walaupun banyak yang mengatakan enak, anda tidak harus ikut mengatakan enak,
katakan sesuai apa yang anda rasakan.
Demikianpun dalam hal kehidupan
rohani atau spiritual, masing - masing orang akan memperoleh pengalamannya
sendiri. Jangan terpaku dengan pengalaman atau cerita orang lain, semua harus
disadari dan dialami sendiri dan setiap pribadi bisa memperoleh pengalaman
rohani yang berbeda. Semua perdebatan hanya menunjukan betapa rendahnya
pemahaman seseorang terhadap kerohanian yang ia tekuni.
Jika anda merasa bahwa
spiritualitas yang anda jalani membawa anda ke arah yang benar atau menjadikan
anda seorang pribadi yang lebih baik, rendah hati, terbuka, senantiasa belajar,
jauh dari rasa paling benar, lanjutkan. Tapi jika apa yang anda anggap
spiritual tapi menjadikan anda tertutup, sulit menerima pendapat orang lain, angkuh,
fanatik dan senantiasa melihat apa yang dilakukan orang lain sebagai suatu hal
yang salah, ada baiknya anda introspeksi diri.
Spiritualitas atau kehidupan
kerohanian harus menjadikan kita menjadi pribadi yang lebih baik. Pribadi yang
bertanggung jawab, baik terhadap diri sendiri, keluarga dan masyarakat.
Spiritualitas harus memberikan kedamaian bagi anda dan orang lain.
Spiritualitas tidak menolak perbedaan tapi merangkul semua perbedaan. Merangkul
dan menerima semua pemahaman tentang kebenaran, karena sejatinya kebenaran itu
adalah satu adanya walaupun oleh para bijak dijelaskan dan dipahami dengan
berbagai bahasa dan nama, “Ekam Sat, Viprah Bahudha Vadanti”.
.............................................................
(Ganapatyananda)
.............................................................
(Ganapatyananda)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar