Senin, 13 April 2015

Spiritualitas Rasa Buah Durian



Sewaktu masih duduk di bangku kuliah di sebuah universitas pariwisata di Bali, saya pernah mengikuti sebuah on the job training program atau sebuah praktek kerja lapangan dengan ditempatkan di sebuah perusahaan biro perjalanan wisata di Denpasar. Hari itu saya berkesempatan diajak untuk ikut dalam sebuah tour oleh Bapak Wayan, sang tour guide untuk menemani dan mengantarkan pasangan wisatawan dari Australia, sebutlah namanya Jack dan Joana, untuk berkeliling di pulau dewata Bali. Rencana perjalanannya adalah untuk mengunjungi  beberapa destinansi wisata di daerah bagian barat.  Mulai dari Alas Kedaton, Kebun Raya Bedugul dan Danau Beratan termasuk pura Ulun Danu Beratan. 

Di dalam mobil, Bapak Wayan begitu bersemangat menceritakan dan menjelaskan berbagai hal yang sekiranya menarik untuk diceritakan kepada tamu tersebut, dari adat, tradisi dan budaya sampai berbagai hal tentang kehidupan masyarakat Bali. Dengan bahasa Inggris yang fasih dan sesekali diselingi humor dan joke - joke ringan perjalanan seakan tak terasa. Ketika itu saya duduk di kursi paling belakang, sambil memperhatikan dan menulis berbagai hal baru yang tidak diajarkan di kampus. 

Namun yang menarik untuk diceritakan adalah ketika perjalanan kembali menuju Denpasar. Di pinggir kanan - kiri jalan raya Bedugul tersebut banyak sekali terdapat lapak pedagang buah. Berbagai buah lokal, dari buah rambutan, jeruk, durian dan lain sebagainya. Saat melewati jejeran para pedagang buah pinggir jalan tersebut, Bapak Wayan pun menceritakan jenis - jenis buah lokal, nama dan menggambarkan bagiamana rasanya. Bapak Wayan pun menceritakan tentang buah Durian. Ia menggambarkan bagaimana isi dan rasa dari buah Durian tersebut. Mungkin karena Bapak Wayan ini sangat menyukai Durian hingga ia begitu bersemangat menceritakannya. Ia pun mengatakan bahwa buah terlesat di dunia adalah buah Durian. 
Picture taken from Google

Mendengar penjelasan Bapak Wayan tentang buah Durian ini, Jack dan Joana pun ingin mencoba untuk menikmati kelesatannya. Maka kamipun berhenti di sebuah lapak pedagang buah di pinggir jalan. Buah yang dijajakan memang beraneka ragam dan bagi wisatawan harganya tergolong sangat murah. Jack dan Joana langsung meminta buah durian yang paling besar. Mereka begitu bersemangat untuk mencoba dan mencicipi buah yang begitu digembor - gemborkan oleh Bapak Wayan.

Dibantu oleh Bapak Wayan, buah durian tersebut langsung dibuka ditempat itu, untuk langsung bisa dinikmati. Begitu dibuka, aroma khas dari durian pun keluar,bagi Bapak Wayan aroma itu sungguh nikmat. Namun bagi Jack dan Joana, terlihat dari mimik wajahnya mungkin aromanya agak aneh, namun cerita kenikmatan rasa buah Durian ini membuat mereka merasa harus mencobanya. Sementara sya dan Bapak Wayan langsung menyantap Durian yang telah dibuka tersebut. 

“Wow rasanya manis dan betul - betul enak !”, kata Bapak Wayan.

Saya pun mengangguk tanda menyetujuinya, Bapak wayan langsung menawarkan kepada Jack dan Joana untuk mencoba dan menikmatinya, sambil mengacungkan jempol tanda “mantap”. Melihat kami begitu meikmati buah Durian ini, Jack dan Joana pun mengambil satu biji buah Durian tersebut kemudian mulai mencicipinya.

“Ueeekkkk...ueeekkk...uekkk...!”, Jack dan Joana langsung memuntahkan buah Durian tersebut. 

“Huh...rasanya buruk, buruk sekali, kami tidak bisa makan buah seperti ini”, teriak mereka, sambil tertawa.

“Woow...kami benar - benar tidak menyukainya, baunya...ohhh..menjijikan, tidak - tidak kami tidak akan buah ini”, kata Jack.

Saya pun tidak dapat menahan tawa, buah yang begitu enak bagi kami, dan juga mungkin buat anda penggemar buah Durian, ternyata tidak demikian juga bagi Jack dan Joanat. Mereka sampai muntah dan harus berkumur dengar air untuk menghilangkan rasa dan bau dari durian tersebut di mulutnya. 

Sebuah pengalaman lucu yang terus saya ingat, bahkan jika mengingatnya kembali membuat saya senyum - senyum sendiri. Mengenang bagaiamana Bapak Wayan yang begitu bersemangat menjelaskan rasa buah durian, dari sudut pandang dan seleranya sendiri dan kenyataan bahwa Jack dan Joana ternyata tidak suka, bahkan jijik terhadap bau dan rasa durian. 

Hal inipun sebenarnya yang banyak terjadi dalam dunia spiritual dewasa ini. Banyak sekali muncul berbagai perkumpulan spiritual dan menerbitkan berbagai buku - buku spiritual, dengan berbagai pemahamannya, filsafat dan sudut pandangnya masing - masing. Semua buku spiritual yang terbit tersebut tentu ditulis oleh sang pengarang berdasarkan pengalaman, pengetahuan dan sudut pandang pribadi mereka. Bagi para peminat kehidupan spiritual, tentu ini merupakan hal yang baik. Banyak buku berarti banyak hal yang bisa dipelajari.

Namun yang harus menjadi perhatian adalah ketika seseorang begitu fanatik dalam meyakini dan mempercayai apa yang ia baca, meskipun ia tak pernah mengalaminya sendiri. Seperti halnya menceritakan dengan penuh keyakinan betapa nikmatnya buah Durian, padahal ia belum pernah mencicipinya sendiri. Rasa Durian yang ia ceritakan hanya seperti apa yang tertulis dalam buku yang ia baca. Ketika buku yang ia miliki mengatakan bahwa rasa Durian begitu enak, maka dengan penuh keyakinan, ia pun mengatakan bahwa Durian itu begitu nikmat, padahal ia sendiri belum pernah mencicipinya. Dan tatkala ada yang mengatakan bahwa rasa durian begitu buruk, bau dan membuat mual, mereka menjadi marah, karena tidak sesuai dengan apa yangn tertulis dalam buku yang mereka miliki. Fanatisme ini akibat dari sempitnya pandangan seseorang atas apa yang ia yakini. Sehingga mereka menjadi sangat sulit menerima kebenaran yang disampaikan oleh orang diluar kelompoknya. Padahal sejatinya mereka pun belum pernah mengalami kebenaran seperti apa yang mereka yakini.

Banyak sekali yang suka berargumen bahkan berdebat tentang sesuatu yang mereka sendiripun sebenarnya tak pahami. Demi membenarkan argumen mereka, mereka mengutip berbagai ayat, berbagai sloka, berbagai buku yang mereka pernah baca. Bahkan sepertinya mereka hafal sampai titik koma dari berbagai kutipan tersebut. Namun sayangnya, pengetahuan mereka hanya sebatas dari buku yang mereka pernah baca. Tak satupun pengalaman spiritual yang tertuang dalam berbagai buku tersebut pernah mereka alami. Dari sekadar beberapa buku yang mereka miliki, mereka berpikir dan merasa sudah bisa mengkonsepkan Tuhan. Dari beberapa buku, yang mereka anggap buku suci, mereka merasa sudah tahu bentuk dan wujud Tuhan. Mereka tidak bisa menerima pengalaman spiritual orang lain, diluar apa yang tertulis dalam buku mereka. Mereka menganggap bahwa buku mereka adalah yang paling benar, karena ditulis oleh seorang yang mereka anggap Guru kerohanian dan satu - satunya Guru yang memiliki hak “paten” yang diberikan oleh Tuhan untuk menuliskan ajaran-Nya.

Tidak ada yang salah mempelajari spiritualitas dan segala kaitanya tentang hidup dan kehidupan, tentang Tuhan, alam dan manusia, melalui buku. Namun dalam spiritualitas, pelaksanaanya tidak akan memberikan pengalaman rohani yang sama kepada semua orang. Semua orang akan mengalami atau mendapatkan pengalaman spiritual yang berbeda, hal ini dipengaruhi oleh banyak hal. Apabila seorang peminat spiritual mempelajari sebuah konsep spiritual dari sebuah atau beberapa buku dan literatur, kemudian hanya berbekal pengetahuan yang ia dapatkan dari buku - buku tersebut ia mulai menolak semua pemahaman orang lain, sebenarnya ia bukan melangkah maju, tapi sebaliknya melangkah mundur, menjauh dari tujuannya yang utama.

Jika anda hanya mendengar cerita atau sekadar pernah membaca di sebuah buku tentang betapa nikmatnya buah durian, sebaiknya anda mencoba dulu, biar tahu bagaimana sebenarnya rasa buah durian tersebut. Jika anda belum pernah mencoba rasanya, namun sudah begitu yakin bahwa rasanya pasti enak, seperti apa yang anda baca di buku, ada kemungkinan anda keliru. Jika anda sudah pernah mencobanya, anda akan tahu dan mampu menceritakan kepada orang lain, bagaimana rasa durian dari penilaian anda. Jika menurut anda enak, berarti sesuai dengan selera anda, jika menurut anda tidak enak, berarti tidak sesuai dengan selera anda. Masing - masing punya penilaiannya sendiri, dan semua penilaian tersebut tidak perlu diperdebatkan. Walaupun banyak yang mengatakan enak, anda tidak harus ikut mengatakan enak, katakan sesuai apa yang anda rasakan. 

Demikianpun dalam hal kehidupan rohani atau spiritual, masing - masing orang akan memperoleh pengalamannya sendiri. Jangan terpaku dengan pengalaman atau cerita orang lain, semua harus disadari dan dialami sendiri dan setiap pribadi bisa memperoleh pengalaman rohani yang berbeda. Semua perdebatan hanya menunjukan betapa rendahnya pemahaman seseorang terhadap kerohanian yang ia tekuni.

Jika anda merasa bahwa spiritualitas yang anda jalani membawa anda ke arah yang benar atau menjadikan anda seorang pribadi yang lebih baik, rendah hati, terbuka, senantiasa belajar, jauh dari rasa paling benar, lanjutkan. Tapi jika apa yang anda anggap spiritual tapi menjadikan anda tertutup, sulit menerima pendapat orang lain, angkuh, fanatik dan senantiasa melihat apa yang dilakukan orang lain sebagai suatu hal yang salah, ada baiknya anda introspeksi diri.

Spiritualitas atau kehidupan kerohanian harus menjadikan kita menjadi pribadi yang lebih baik. Pribadi yang bertanggung jawab, baik terhadap diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Spiritualitas harus memberikan kedamaian bagi anda dan orang lain. Spiritualitas tidak menolak perbedaan tapi merangkul semua perbedaan. Merangkul dan menerima semua pemahaman tentang kebenaran, karena sejatinya kebenaran itu adalah satu adanya walaupun oleh para bijak dijelaskan dan dipahami dengan berbagai bahasa dan nama, “Ekam Sat, Viprah Bahudha Vadanti”.
.............................................................

(Ganapatyananda)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar