Selasa, 06 Desember 2016

Antara Berhala dan Pratima



Salah satu bentuk pemujaan dalam agama Hindu adalah Arcanam, yaitu pemujaan dengan menggunakan media pratima atau arca suci perwujudan dari para dewa. Ada berbagai perwujudan dewa atau pratima yang dipuja di dalam masyarakat Hindu. Seringkali bentuk atau perwujudan pratima dipengaruhi oleh seni, tradisi dan budaya setempat atau local genius. Sehingga bentuk pratima atau perwujudan dewa antara satu daerah dengan daerah lain bisa saja ada  perbedaan. 

Misalkan perwujudan bentuk arca dewa Siwa di India dengan di Bali,akan kita temukan perbedaannya. Arca dewa Siwa dalam tradisi India sangat mudah dikenali, dengan wujud fisik yang sangat realistis, sebagaimana wujud manusia biasa, dengan hiasan dan karakter khusus yang menyertainya. Sedangkan karakter pratima dewa Siwa dalam tradisi Bali, dibuat dengan seni dalam bentuk wujud seperti dalam pewayangan, dapat dikenali dari wujud wahana atau tunggangan-Nya, yaitu Lembu. 

Perwujudan atau pratima terutama perwujudan Tri Murti di Bali, bisa dikatakan tidak sepopuler perwujudan Tri Murti dalam bentuk tradisi India. Hal ini mungkin karena pengaruh ajaran Nirguna Brahman yang berkembang di Bali. Dimana bisa dikatakan ajaran Nirguna Brahman yaitu Tuhan yang tidak berwujud atau Acintya, tidak terlalu menonjolkan pemujaan dalam bentuk perwujudan pratima. Meskipun dalam setiap tempat suci dapat kita temukan pratima dari para dewa, namun tidak akan diperlihatkan setiap waktu, atau hanya pada upacara besar saja.

Pemahaman akan Brahman yang tidak berwujud ini mungkin mulai ditegakan manakala Hindu di Nusantara mengalami desakan dari agama gurun pasir timur tengah, yang tidak mengenal aspek Tuhan yang berwujud. Sehingga pemujaan dengan perwujudan patung-patung suci para dewa mulai ditinggalkan waktu itu. Sehingga akhir-akhir ini banyak sekali ditemukan patung-patung perwujudan para dewa terkubur di bawah tanah, tidak hanya di Jawa tapi juga di Bali. 

Namun meskipun Nirguna, atau  tidak berwujud, tidak terpikirkan atau Acintya, tapi tetap saja kita berusaha menggambarkan-Nya dalam sebuah bentuk atau gamba. Sekarang ini wujud Acintya bisa kita temukan di setiap Padmasana. 

Arcanam atau pemujaan pratima atau arca inilah yang kemudian menimbulkan sebuah pandangan keliru dari umat lain tentang agama Hindu. Banyak yang “mengejek” umat Hindu sebagai sebuah agama yang memuja berhala. Pandangan yang keliru ini seringkali disampaikan oleh umat agama yang tidak mengenal pemujaan dalam perwujudan pratima, arca atau gambar

Namun maaf, sejatinya tudingan bahwa ada masyarakat atau umat kita sebagai pemuja “berhala” tidaklah sepenuhnya salah. Apalagi di zaman sekarang ini, dimana banyak sekali masyarakat atau umat kita yang membuat pratima atau arca dewata sendiri sesuai dengan keinginan dan imajinasinya. Ini adalah fenomena yang terjadi sekarang ini. Banyak sekali umat yang membuat sebuah tempat suci dan kamar suci, kemudian menempatkan berbagai bentuk patung atau gambar yang mereka buat sendiri sesuai dengan imajinasinya, dari berwujud menenteramkan sampai yang seram menakutkan. Apakah hal ini sesuai dengan petunjuk sastra suci ?.

Ketika ada orang yang mengatakan bahwa mereka memuja berhala, mereka tersinggung dan marah, namun tidak mampu memberikan jawaban yang tepat atas tuduhan yang ditujukan kepada mereka. Banyak yang tidak sadar bahwa mereka sejatinya adalah seorang pemuja berhala. Banyak yang merasa “tahu” tapi dalam keditaktahuan. Banyak yang merasa berjalan dalam jalan spiritual, tapi tidak sadar bahwa mereka tengah tersesat. Bahkan banyak dari mereka yang sekadar ingin tampil beda, memiliki wibawa dalam spiritualitas, kemudian mulai memuja patung-patung yang mereka buat sendiri, yang sejatinya jauh sekali dari petunjuk sastra suci.

Pratima atau arca perwujudan dewata adalah sebuah perwujudan baik gambar atau patung yang dibuat dan dibentuk dengan mengikuti petunjuk dan gambaran yang tertuang dalam sastra suci.  Sehingga sebuah Pratima harus dibuat dan dibentuk dengan mengikuti deskripsi atau gambaran yang tertulis dalam kitab suci tanpa menyimpang. Demikianpun dalam tata cara penempatan dan pemujaannya semua harus berdasarkan apa yang tertuang dalam satra suci. Ketika sebuah patung dewa dibuat dengan mengikuti berbagai petunjuk dalam sastra suci, maka patung itu barulah layak disebut dan digunakan sebagai sebuah pratima

Sedangkan berhala adalah sebuah gambar, patung atau arca yang dibuat sesuai dengan imajinasi pribadi, tanpa mengindahkan sastra suci, alias “keneh pedidi”, kemudian dipuja sebagai perwujudan dewa. Meskipun penempatan dan pemujaan yang dilakukan kepada gambar, patung atau arca tersebut sama seperti dalam tradisi beragama dan berupacara yang lazim dimasyarakat, namun perwujudan gambar, patung atau arca tersebut tetaplah sebuah berhala.

Setiap pembuatan pratima suci, baik dalam bentuk gambar, patung atau arca adalah wajib mengikuti petunjuk dari sastra suci.  Dalam sastra suci, berbagai bentuk perwujudan dewata telah digambarkan dengan sangat jelas. Setiap perwujudan yang dibuat atau dibentuk tanpa mengindahkan pentunjuk sastra suci adalah sebuah penyimpangan, dan penyimpangan perwujudan inilah yang bisa dikatakan sebagai sebuah pemujaan berhala.

Jadi apakah anda seorang pemuja Tuhan dengan jalan Arcanam atau seorang pemuja berhala, hanya anda yang tahu.

(Ganapatyananda)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar