Salah satu bentuk pemujaan dalam
agama Hindu adalah Arcanam, yaitu pemujaan dengan menggunakan media pratima
atau arca suci perwujudan dari para dewa. Ada berbagai perwujudan dewa atau
pratima yang dipuja di dalam masyarakat Hindu. Seringkali bentuk atau
perwujudan pratima dipengaruhi oleh seni, tradisi dan budaya setempat atau
local genius. Sehingga bentuk pratima atau perwujudan dewa antara satu daerah
dengan daerah lain bisa saja ada perbedaan.
Misalkan perwujudan bentuk arca
dewa Siwa di India dengan di Bali,akan kita temukan perbedaannya. Arca dewa
Siwa dalam tradisi India sangat mudah dikenali, dengan wujud fisik yang sangat
realistis, sebagaimana wujud manusia biasa, dengan hiasan dan karakter khusus yang
menyertainya. Sedangkan karakter pratima dewa Siwa dalam tradisi Bali, dibuat
dengan seni dalam bentuk wujud seperti dalam pewayangan, dapat dikenali dari
wujud wahana atau tunggangan-Nya, yaitu Lembu.
Pemahaman akan Brahman yang tidak
berwujud ini mungkin mulai ditegakan manakala Hindu di Nusantara mengalami
desakan dari agama gurun pasir timur tengah, yang tidak mengenal aspek Tuhan
yang berwujud. Sehingga pemujaan dengan perwujudan patung-patung suci para dewa
mulai ditinggalkan waktu itu. Sehingga akhir-akhir ini banyak sekali ditemukan
patung-patung perwujudan para dewa terkubur di bawah tanah, tidak hanya di Jawa
tapi juga di Bali.
Namun meskipun Nirguna, atau tidak berwujud, tidak terpikirkan atau
Acintya, tapi tetap saja kita berusaha menggambarkan-Nya dalam sebuah bentuk
atau gamba. Sekarang ini wujud Acintya bisa kita temukan di setiap Padmasana.
Arcanam atau pemujaan pratima
atau arca inilah yang kemudian menimbulkan sebuah pandangan keliru dari umat
lain tentang agama Hindu. Banyak yang “mengejek” umat Hindu sebagai sebuah
agama yang memuja berhala. Pandangan yang keliru ini seringkali disampaikan
oleh umat agama yang tidak mengenal pemujaan dalam perwujudan pratima, arca
atau gambar
Namun maaf, sejatinya tudingan bahwa
ada masyarakat atau umat kita sebagai pemuja “berhala” tidaklah sepenuhnya
salah. Apalagi di zaman sekarang ini, dimana banyak sekali masyarakat atau umat
kita yang membuat pratima atau arca dewata sendiri sesuai dengan keinginan dan
imajinasinya. Ini adalah fenomena yang terjadi sekarang ini. Banyak sekali umat
yang membuat sebuah tempat suci dan kamar suci, kemudian menempatkan berbagai
bentuk patung atau gambar yang mereka buat sendiri sesuai dengan imajinasinya,
dari berwujud menenteramkan sampai yang seram menakutkan. Apakah hal ini sesuai
dengan petunjuk sastra suci ?.
Ketika ada orang yang mengatakan
bahwa mereka memuja berhala, mereka tersinggung dan marah, namun tidak mampu
memberikan jawaban yang tepat atas tuduhan yang ditujukan kepada mereka. Banyak
yang tidak sadar bahwa mereka sejatinya adalah seorang pemuja berhala. Banyak
yang merasa “tahu” tapi dalam keditaktahuan. Banyak yang merasa berjalan dalam
jalan spiritual, tapi tidak sadar bahwa mereka tengah tersesat. Bahkan banyak
dari mereka yang sekadar ingin tampil beda, memiliki wibawa dalam
spiritualitas, kemudian mulai memuja patung-patung yang mereka buat sendiri,
yang sejatinya jauh sekali dari petunjuk sastra suci.
Pratima atau arca perwujudan
dewata adalah sebuah perwujudan baik gambar atau patung yang dibuat dan
dibentuk dengan mengikuti petunjuk dan gambaran yang tertuang dalam sastra
suci. Sehingga sebuah Pratima harus
dibuat dan dibentuk dengan mengikuti deskripsi atau gambaran yang tertulis
dalam kitab suci tanpa menyimpang. Demikianpun dalam tata cara penempatan dan
pemujaannya semua harus berdasarkan apa yang tertuang dalam satra suci. Ketika
sebuah patung dewa dibuat dengan mengikuti berbagai petunjuk dalam sastra suci,
maka patung itu barulah layak disebut dan digunakan sebagai sebuah pratima
Sedangkan berhala adalah sebuah gambar,
patung atau arca yang dibuat sesuai dengan imajinasi pribadi, tanpa
mengindahkan sastra suci, alias “keneh pedidi”, kemudian dipuja sebagai
perwujudan dewa. Meskipun penempatan dan pemujaan yang dilakukan kepada gambar,
patung atau arca tersebut sama seperti dalam tradisi beragama dan berupacara yang
lazim dimasyarakat, namun perwujudan gambar, patung atau arca tersebut tetaplah
sebuah berhala.
Setiap pembuatan pratima suci,
baik dalam bentuk gambar, patung atau arca adalah wajib mengikuti petunjuk dari
sastra suci. Dalam sastra suci, berbagai
bentuk perwujudan dewata telah digambarkan dengan sangat jelas. Setiap
perwujudan yang dibuat atau dibentuk tanpa mengindahkan pentunjuk sastra suci
adalah sebuah penyimpangan, dan penyimpangan perwujudan inilah yang bisa dikatakan
sebagai sebuah pemujaan berhala.
Jadi apakah anda seorang pemuja
Tuhan dengan jalan Arcanam atau seorang pemuja berhala, hanya anda yang tahu.
(Ganapatyananda)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar