Selasa, 07 Juli 2015

Ngiringang Dan Nyungsung Dalam Kerohanian



Dimasyarakat kita, istilah ngiringan dan nyungsung mungkin sudah tidak asing lagi. Banyak sekali orang di dalam masyarakat yang "merasa" atau "menganggap" atau mengatakan dirinya "ngiringang" atau "nyungsung", atau mungkin juga "dianggap" ngiring atau nyungsung oleh masyarakat. Di dalam masyarakat istilah ngiringan atau nyungsung biasanya cenderung dimaknai sebagai sesuatu yang bersifat niskala, mistik, gaib atau suatu hal atau kegiatan yang berhubungan dengan kekuatan - kekuatan yang berada di luar logika dan pemikiran manusia. Mereka yang ngiringang atau nyunsung, merasa bahwa mereka telah dipilih atau menjadi pilihan dari para dewa - dewi atau bahkan roh-roh tertentu untuk menjadi "abdi" atau bahkan mediator dari para dewa-dewi atau roh-roh tersebut untuk dapat "membantu" dan "menolong" dirinya atau manusia lainya dengan berbagai kemampuan atau kekuatan gaib. Ada kepercayaan di masyarakat, semacam gugon tuwon, dikatakan bahwa umumnya proses ngiringang atau nyungsung ini berawal dari sebuah mimpi, petunjuk gaib atau petunjuk orang pintar, bahkan musibah atau penyakit.

"Tapi apakah benar seperti itu?"


Kata "ngiringang" berasal dari kata "ngiring" yang berarti ikut-mengikuti, sedangkan kata "nyungsung" berarti meninggikan atau memuliakan. Siapa yang diikuti dan siapa yang dimuliakan?. Tentunya sebagai orang yang beragama dan percaya terhadap Tuhan, yang harus diikuti dan dimuliakan adalah Tuhan dalam berbagai nama dan perwujudan-Nya. Ada yang memuja dan memuliakan Siwa dan berbagai perwujdan dan nama-Nya, ada yang memuja Durgha, Wisnu, Laksmi, Saraswati atau Ganapathi dan sebagainya. Tuhan memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih nama dan perwujudan Tuhan yang paling mereka sukai dan cintai sebagai Istha Dewata.

"Siapakah yang sesungguhnya ngiringang atau nyungsung?"

Mereka yang ngiring atau nyungsung sejatinya adalah mereka yang senantiasa bertindak mengikuti suara hati nuraninya yaitu suara kebenaran, bukan mengikuti pikirannya. Hati nurani adalah stana suci tempat Tuhan bersemayam, tapi pikiran cenderung dipenuhi oleh ego. Mereka yang senatiasa berusaha berjalan mengikuti hati nurani dan dharma, yang termuat dalam berbagai sastra suci adalah mereka yang "ngiringang" dalam arti yg sesungguhnya. Merekalah yang ngiring atau "ikut-mengikuti" Tuhan dalam arti yang sesungguhnya, bukan mereka yang "ngiringang pekayunan" Demikianpun mereka yang senantiasa memuliakan Tuhan dalam berbagai nama dan perwujudan-Nya melalui berbagai kegiatan rohani, seperti sembahyang, puja, japa dan sebagainya adalah mereka yang "nyungsung" dalam arti yang sebenarnya". Mereka yang ngiringang atau nyungsung dalam arti yang sesungguhnya adalah seorang bakta, seorang penyembah, seorang devotee Tuhan, bukan sekadar seorang penyembuh alternatif, peramal atau mereka yang senantiasa berpakaian serba putih, serba hitam atau "mempunyai" kemampuan gaib atau mistik.

Mereka yang ngiringan atau nyungsung bukan sekadar karena petunjuk orang pintar, bukan sekadar karena sebuah mimpi, bukan karena sakit - sakitan kemudian bisa sembuh, bukan karena sering mengalami trance atau "kerauhan", bukan karena kemampuan menyembuhkan penyakit, ataupun karena berbagai kemampuan gaib yang mungkin dimiliki. Ngiring dan nyungsung adalah karena rasa bakti yang tulus, rasa cinta kasih kepada Tuhan, leluhur, sesama manusia bahkan kepada alam lingkungan. Ngiring dan nyungsung dalam arti yang sesungguhnya inilah yang akan membawa seseorang semakin dekat dengan Tuhan. Menjadikan mereka maju dalam spiritualitas yang akan tercermin dalam perilaku mereka dalam kehidupan sehari-hari.

Ngiringan atau nyungsung dalam arti yang sesungguhnya belum tentu akan memberikan seseorang berbagai kemampuan atau kekuatan gaib atau linuwih, karena bukan hal ini yang menjadi tujuannya. Walaupun kemungkinan untuk mendapatkan dan memiliki kekuatan linuwih, mistik atau rohani ini sangatlah besar. Belum tentu bahwa mereka yang ngiringan atau nyungsung , tidak akan pernah sakit atau tertimpa musibah. Suka duka adalah sebuah proses karma dan kehidupan, dan semua proses tersebut akan tetap berjalan. Namun mereka yang memang disiplin spiritual dan dipenuhi bakti dalam ngiringang dan nyungsung ini, akan mendapati bahwa seperti ada sebuah kekuatan besar yang senantiasa membantu dan menolong mereka dalam menjalani dan melalui semua proses karma ini. Kekuatan besar ini adalah kekuatan Tuhan, kekuatan Sesuhunan, kekuatan yang di-Sungsung yang senantiasa melindungi bakta, devotee, penyembah atau pemuja-Nya.

Mereka yang ngiringang dan nyungsung dalam arti yang sesungguhnya, mungkin tidak memiliki kesaktian atau berbagai kekuatan linuwih yang bisa dipamerkan, namun mereka adalah orang yang senantiasa diberi kekuatan untuk senantiasa berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik, lebih melayani, lebih mengasihi, lebih bertanggung jawab dan berguna bagi dirinya, keluarga dan masyarakat. 

Mereka yang ngiring dan nyungsung akan lebih banyak terlibat dalam berbagai kegiatan kemanusiaan dan kerohanian. Mereka bukanlah orang yang sekadar mengejar tempat-tempat angker untuk dikunjungi, namun mereka akan lebih tertarik kepada pelayanan bagi kemanusiaan, serta berbagai kegiatan spiritual.

Ngiringan dan nyungsung dalam arti yang sesungguhnya adalah sebuah proses rohani untuk memperoleh kebijaksanaan dan pencerahan rohani dan untuk mencapai tujuan yang utama yaitu Paramatma, Tuhan Yang Maha Esa. Mereka yang ngiringin dan nyungsung dalam arti yang sesungguhnya adalah mereka yang hati dan pikirannya senantiasa tertaut kepada Tuhan atau dewa-dewi pujaanya. Mereka yang ngiringan dan nyungsung dalam arti yang sebenar-benarnya adalah abdi atau bakta sejati dari Tuhan. Mereka akan senantiasa dalam perlindungan Tuhan, tanpa keraguan sedikitpun. Tidak ada satupun kekuatan negatif, kekuatan jahat yang akan mampu menyakiti seorang abdi atau bakta Tuhan, karena meraka sangat-sangat disayangi dan senatiasa ada dalam perlindungan-Nya

Sejatinya semua orang yang meyakini dan percaya kepada Tuhan dan segala manifestasinya adalah orang yang "ngiring dan nyungsung". Kita semua yang senantiasa mencakupkan tangan memuja dan memuliakan-Nya adalah manusia yang "ngiring dan nyungsung". Manusia yang mengikuti "ngiring" dan memuliakan "nyungsung" Ida Sesuhunan, beliau yang maha kuasa, Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan segala manifestasi-Nya, yang membedakan adalah tingkat keyakinan, rasa bakti atau iman serta cara kita memuja-Nya.

Ngiring dan nyungsung bukanlah sesuatu hal yang bisa dipamerkan di depan umum, namun ngiring dan nyungsung adalah sebuah hubungan pribadi, sebuah komunikasi yang rahasia antara yang ngring atau yang nyungsung dengan sungsungan, sesuhunan atau Tuhan mereka masing-masing.

Tuhan senantiasa hadir dalam keheningan, dalam pikiran yang diam, bukan dalam teriakan, bukan dalam keadaan mulut yang meracau tidak karuan, bukan dalam raungan tangisan. Tuhan mewujud kepada mereka yang hatinya bersih, bagaikan bayangan bulan di dalam air yang jernih.

Pada akhirnya sang pemuja akan sampai kepada yang dipuja. Jika memang ingin sampai kepada Tuhan, puja dan muliakanlah Tuhan dan manifestasi-Nya. Om Shanti !
.........................................................................................................................................................

(Ganapatyananda)

1 komentar: