Sang Astika, Penyelamat Para Naga
Cerita dan mantra penghalau ular berbisa
Mojar ta Sang Astika;
Sang Astika bersabda;
"Sayam pratar ye prasannātmarupa, loke
wipra manawa ye parepi,
Dharmākhyanam ye patheyur mamedam, tesām
yusman naiwa kincit".
"Kamung Hyang naga kita kabeh, mangke pawehantānugraha ri
nghulun". Yan hana ta wang tuhaganāngucaranaken
cariteki, tan hanātah bhayania sangke kita kabeh. Samangkana anugrahanta ri
nghulun".
"Wahai engkau para Naga
sekalian, sekarang berikanlah anugerah anda kepadaku, jika ada orang yang meresapi
dan senantiasa menceritakan cerita ini, tidak akan ada mara bahaya yang terjadi
kepadanya, yang disebabkan oleh kalian semua para Naga(ular). inilah anugerah
anda sekalian kepadaku"
"Astu", ling nikang Naga kabeh.
"Terjadilah demikian", jawab para Naga semuanya
Demikianlah kutipan paragraf
terakhir dari Bab VIII, dari lontar Adiparwa, yang isinya adalah permohonan
dari Sang Astika kepada para Naga, atas jasa Sang Astika menyelamatkan para
Naga dari kematian dan kepunahan.
Bab VIII, lontar Adiparwa menceritakan
wafatnya Sang Prabu Parikesit akibat digigit oleh Naga Taksaka, pelaksanaan yadnya Sarpa atau upacara kurban ular,
serta bagaimana akhirnya Sang Astika menolong para Naga dan para ular lainnya,
hingga mampu lepas dan selamat dari upacara kurban ular tersebut.
Baca dan dengarkanlah
ceritanya!
Cerita diawali dengan
dikutuknya Prabu Parkesit oleh Sang Srenggi, bahwa ia akan tewas digigit oleh Naga Taksaka tujuh hari lagi akibat
kesalahannya, dan terjadilah demikian. Setelah Prabu Parikesit wafat, putranya
Janamejaya diangkat sebagai raja. Di kemudian hari, putra dari Prabu Parikesit,
yaitu Prabu Janamejaya, mengetahui bahwa ayahnya wafat karena digigit Naga
Taksaka, kemudian beliau memutuskan untuk meyelenggarakan yadnya Sarpa yaitu upacara kurban ular, guna membinasakan Naga
Taksaka dan seluruh Naga dan ular lainnya.
Upacara kurban ular,
kekuatannya sangat luar biasa hebat. Upacara ini menyebabkan para Naga dan ular
seantero Bumi dan langit, bagaikan ditarik, hingga terjatuh, terbakar dan
binasa dalam api upacara tersebut. Yadnya
Sarpa ini hampir memusnahkan semua Naga dan ular di Bumi dan langit.
Namun atas permintaan dari
sang paman, Sang Naga Basuki, datanglah Sang Astika ke tempat upacara yadnya Sarpa berlangsung untuk menolong
para Naga dan para ular dari kepunahan. Sang Astikalah yang akhirnya mampu membebaskan
dan menolong para Naga dan para ular dari api upacara kurban ular tersebut.
Sang Astikalah yang akhirnya mampu membujuk Sang Prabu Janamejaya untuk menghentikan
upacara kurban ular atau yadnya Sarpa
tersebut.
Siapakah Sang Astika?
Sang Astika adalah putra dari
Sang Jaratkaru, seorang Brahmana pertapa yang sakti, dengan istrinya Naga
perempuan bernama Nagini, adik dari Naga Basuki. Sebelum Sang Astika lahir,
semasih dalam kandungan ibunya, ayahnya Sang Jaratkaru telah pergi meninggalkan
ibunya untuk melanjutkan tapanya, sehingga sejak lahir Sang Astika diasuh,
dirawat dan dididik oleh sang paman yaitu Naga Basuki. Sang Astika dibesarkan
dan dididik sebagaimana halnya seorang Brahmana, seperti halnya ayahnya adalah
seorang Brahmana. Sehingga Sang Astika sangat menguasai berbagai sastra suci
Weda.
Sebelum Sang Astika terlahir,
Sang Jaratkaru telah mengatakan kepada istrinya Sang Nagini, bahwa putranya
inilah yang kelak akan menyelamatkan mereka serta para Naga lainnya dari
upacara kurban ular. Dan pada akhirnya ketika upacara kurban ular
diselenggarakan oleh Maharaja Janamejaya, ketika jutaan Naga dan ular, bahkan
tak terhitung jumlahnya, mulai jatuh, terbakar dan binasa ke dalam api suci
kurban ular ini, datanglah Sang Astika dari Nagaloka.
Beliau datang sebagai seorang Brahmana muda, dan langsung mengahadap Maharaja
Janamejaya. Dengan kemampuannya beliau berhasil menolong para Naga yang hampir
punah, terbakar dan binasa didalam api. Dengan tutur katanya, beliau memohon
dan membujuk Maharaja Janamejaya untuk menghentikan upacara kurban tersebut
agar para Naga dan ular tidak punah. Maharaja Janamejaya, sangat menghormati
seorang Brahmana, sehingga meskipun dengan berat hati akhirnya bersedia
menghentikan upacara tersebut atas permintaan Sang Astika.
Setelah upacara dihentikan dan
para Naga yang lainnya selamat, Sang Astika pun kembali ke Nagaloka. Beliau disambut oleh Sang Naga Basuki dan Naga-Naga
lainnya. Sebagai rasa terima kasihnya, para Naga meminta Sang Astika mengajukan
permohonan atau meminta anugerah kepada mereka para Naga. Maka Sang Astika pun
mengajukan sebuah permohonan, permohonannya inilah yang ada di paragraf
terakhir, Bab VIII, lontar Adiparwa, yang dikutif di atas.
Demikianlah sekilas cerita tentang
Sang Astika, putra Sang Jaratkaru, penyelamat para Naga dan para ular. Oleh
sebab inilah para Naga dan para ular berhutang budi, berhutang nyawa kepada
Sang Astika, sehingga mereka para Naga dan ular terikat kewajiban untuk
menghormati nama Sang Astika. Sehingga dikatakan bahwa hanya dengan menyebut
nama Astika atau membaca, memahami dan menceritakan cerita ini, maka siapapun akan
terbebas dari mara bahaya akan gigitan dan gangguan ular.
Mantra mengusir dan mengatasi
ular dan gigitannya :
Dalam Bab VIII, Adiparwa juga
terselip sebuah mantra, yang diucapkan oleh Sang Astika. Mantra ini dapat dipakai
untuk mengusir ular yang mengganggu atau mengatasi gigitannya, mantranya
sebagai berikut:
Sarpāpasarpa bhadran te, duram gaccha
mahawisam
Janamejaya yadnyante, Astike wasanam smara
Wahai ular, berperilakulah baik, pergilah engkau jauh-jauh, engkau yang
sangat berbisa. Ingatlah apa yang dikatakan oleh Sang Astika pada saat upacara
kurban ular Maharaja Janamejaya.
Ucapkanlah mantra ini, sambil
mengingat cerita Sang Astika, maka dengan siddhi dari mantra ini, tidak ada
satupun ular yang akan berani mengganggu atau mendekat, baik di pekarangan
rumah ataupun tempat lainnya yang memang bukan habitatnya. Dan bagi yang
terkena gigitan ular, pengulangan mantra ini, dengan siddhinya akan
menganugerahkan kesembuhan.
(Ganapatyananda)
apakah orang cina keturunan naga
BalasHapus